Jakarta (ANTARA) - Direktur The Indonesia Intelligence Institute Ridlwan Habib mengatakan tindak terorisme merupakan salah satu potensi konflik dalam Pemilihan Kepala Daerah serentak 2020.

"Kelompok teror itu tidak suka pemilihan umum dalam kontes itu menghianati ideologi mereka jadi bukan tidak suka dengan satu kandidat tertentu, tetapi mereka tidak suka dengan sistemnya," kata Ridlwan Habib di Jakarta, Kamis.

Teroris ini bukan memberikan dukungan atau berpihak pada siapapun kandidatnya, juga pada partai apapun yang mengusung pada Pilkada 2020, malah menurut dia mereka bisa menjadi korban serangan teror.

"Teroris itu bukan karena tidak suka para partai apa, atau mendukung partai lain, tetapi pilkada itu kan demokrasi, dan demokrasi itu lah yang mereka serang," kata dia.

Baca juga: Bawaslu Jabar awasi politisasi birokrasi Pilkada Serentak 2020

Baca juga: NPHD Pilkada 2020, Dirjen Otda: Ayo duduk bersama

Baca juga: Januari, Bawaslu rampungkan pemetaan potensi konflik Pilkada 2020


Untuk wilayahnya, potensi teror ini berada dimana basis-basis ISIS di Indonesia membangun jaringan, yakni di wilayah NTB, Bali seluruh pulau Jawa dan di Sumatera bagian Selatan.

"Walaupun kecil jumlah mereka sekitar 1.200, tapi punya militansi atau dalam bahasa Inggrisnya, 'die hard' terhadap ideologi mereka," kata Ridlwan.

Ridlwan menyarankan pihak terkait serpeti aparat, BIN, juga pemerintah daerah harus siap mengantisipasi agar tidak terjadi tindak terorisme ketika penyelenggaraan Pilkada.

"Saya kira Bawaslu, KPU, termasuk Pemerintah provinsi yang pilkadanya akan dilakukan 2020 mereka harus siap-siap kalau ada serangan teror," ujarnya.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019