Palangka Raya (ANTARA) - Lahan pertanian dan ruang-ruang usaha di sektor pertanian kian tergerus sebagai dampak masifnya perkembangan industri.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, berdasarkan pandangannya yang terjadi saat ini adalah hilangnya ruang bertani untuk masyarakat, yakni sulitnya melakukan pembukaan lahan baru berdasarkan kearifan lokal.

"Hal itu dikarenakan begitu pesatnya perkembangan industri, baik pertambangan maupun perkebunan yang bertumbuh secara masif," katanya di Palangka Raya, Kamis.

Perspektif itu, kata dia, tak hanya terjadi di daerah Kalimantan berupa lahan pertanian terhadap industri pertambangan dan perkebunan. Menurutnya, hal serupa juga terjadi di daerah lain, seperti Jawa Barat yang merupakan kawasan industri.

Baca juga: Jumlah lahan pertanian Bekasi terus menyusut

Penyebabnya karena penyelenggara negara terlambat, yakni tidak menjadikan ketahanan dan perubahan pola berpikir masyarakat yakni kesiapan sumber daya manusia (SDM), sebagai hal utama yang mestinya dipersiapkan sejak awal.

"Jadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan puncak dari ketidakteraturan manajemen pengelolaan lingkungan," tegasnya.

Hal itu ia ungkapkan saat Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke Kalteng, untuk melihat dan meninjau secara langsung kawasan yang dilanda karhutla.

Adapun sebelum dilaksanakannya pertemuan dengan jajaran Pemprov Kalteng dan instansi maupun pihak terkait lainnya, pihaknya terlebih dulu melakukan peninjauan ke sejumlah lokasi di Kabupaten Pulang Pisau.

Baca juga: Lahan pertanian produktif di DIY terus berkurang

"Kami berharap melalui pertemuan ini bisa menyerap aspirasi dan mengetahui ragam permasalahan, penyebab hingga mendapatkan solusi untuk mencegah karhutla," tegasnya.

Lebih lanjut ia juga menyampaikan pemikirannya, bahwa tradisi membakar untuk membuka lahan bukan hal yang baru dan sejak lama sudah dilakukan. Ada kearifan yang dikelola dan tidak ada keserakahan di dalamnya.

"Masyarakat hanya menanam padi, agar hasilnya bisa dikonsumsi untuk jangka waktu tertentu. Ini yang saya pahami dari sisi kebudayaan, masyarakat setempat tidak mungkin melakukan perusakan terhadap alamnya," jelas Dedi.

Pewarta: Kasriadi/Muhammad Arif Hidayat
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019