Bandung (ANTARA News) - Kurangnya pusat informasi bagi etnis Tionghoa yang ingin memeluk agama Islam, menjadi salah satu alasan didirikan Masjid Lautze 2 di Bandung kepengurusannya ditangani oleh sebuah Yayasan Haji Kariem Oie. Sepintas, dari tampilan luarnya, keberadaan masjid Lautze yang terletak di Jalan Lembong Bandung (dekat Patung Ajat Sudrajat mantan pemain Persib) cukup menarik untuk dilihat. Arsitektur bagian depan masjid yang dibangun tahun 1997 mirip sebuah kelenteng sehingga menjadikan bentuk masjid ini berbeda dengan masjid lainnya. Selain Arsitektur luarnya, dekorasi di dalam Masjid pun hampir cukup unik. Ini terlihat dari penggunaan waran cat mesjid yang memakai warna-warna untuk kelenteng seperti merah menyala serta lampu-lampu berbentuk lampion China. Selain memiliki bentuk yang unik, Masjid Lautze juga menyimpan nilai sejarah bagi Etnis Tionghoa yang berhasil memeluk agama Islam. Ismi, salah seorang pengurus mesjid Lautze Bandung, yang juga berasal dari etnis Tionghoa, Minggu, mengatakan pada tahun 1991, seorang muslim keturunan Tionghoa bernama Abdulkarim Oie Tjeng Hien membuat sebuah yayasan bernama Yayasan haji Karim Oie di Jakarta, dengan tujuan sebagai tempat informasi Islam kepada etnis Tionghoa. "Saya selaku etnis Tionghoa, ingin sekali membantu etnis kami yang tertarik untuk mempelajari dan masuk agama Islam," ujar Ismi. Dikatannya, hingga saat ini, etnis Tionghoa merasa kesulitan untuk mengetahui seperti apa Islam itu. Oleh karena itu, Etnis Tionghoa saat ini masih salah menilai agama Islam. Melalui Yayasan Haji Karim Oie yang yang mengelola Masjid Lautze ini, pada tahun 2004 bentuklah divisi Muallaf Networking. Divisi ini memiliki 7 fungsi yang salah satunya sebagai penyedia tempat penampungan sementara bagi para muallaf yang terisolir dari keluarga atau lingkunganya. Menurut dia, dari tahun 2004 hingga sekarang, kurang lebih ada sekitar 70 orang etnis Tionghoa yang telah berpindah agama ke Islam. Meskipun luas lokasi mesjid ini tidaklah besar, namun dari Masjid Lautze 2 telah berhasil membimbing para etnis Tionghoa untuk memahami ajaran Islam yang sesunggunya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008