Jakarta (ANTARA) - Rumah Sakit Apung (RSA) Nusa Waluya II yang dimiliki Yayasan Dokter Peduli atau doctorSHARE dan yang saat ini berlabuh di dekat dermaga Baywalk Pluit, Jakarta Utara, akan menambah alat-alat kesehatan termasuk untuk bedah Laparoscopy dan satu ruang operasi bedah.

"Kenapa kapal ditaruh di sini kapal itu ditarik dari Palu ke mari ke sini karena ada beberapa perbaikan yang akan kami kerjakan di Jakarta itu yang pertama. Yang kedua, akan ada penambahan alat-alat canggih yang mau kami taruh di rumah sakit apung," kata Pendiri Yayasan Dokter Peduli atau doctorSHARE dr. Lie Agustinus Dharmawan dalam acara peringatan 10 tahun pelayanan doctorSHARE, Jakarta Utara, Sabtu.

Alat-alat bedah canggih tersebut akan diletakkan di RSA Nusa Waluya II untuk mendukung pelayanan kesehatan yang disediakan rumah sakit itu.

"Saya yakin kami bisa melakukan bedah minimally invasive surgery (bedah invasif minimal) itu, dan itu akan bermanfaat besar bagi saudara-saudara kita yang berada nun jauh ribuan kilometer jauhnya dari kita yang ada di Jakarta ini. Mereka juga punya hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang adekuat sesuai dengan perkembangan teknologi kedokteran yang mutakhir, itu hak dasar sebagai dasar Indonesia," tuturnya.

Baca juga: doctorSHARE berikan layanan kesehatan kepada 58.859 pasien daerah 3T

Rumah sakit apung itu juga bersandar di perairan dekat dermaga itu untuk menjalani pengecekan dan perawatan berkala. Rumah sakit itu akan berlayar kembali pada 2020.

RSA Nusa Waluya II memiliki 61 ruangan yang meliputi ruang operasi, ruang unit gawat darurat, ruang Intensive Care Unit (ICU), ruang rawat inap pasien, ruang radiologi, laboratorium, apotik, ruang poli anak, mata, gigi, dan obgyn.

Selain itu, akan ada beberapa perbaikan pada bangunan rumah sakit apung yakni mengganti bagian yang bocor dengan plat yang baru. "Ada yang bocor terus ya namanya besi direndam air laut terus pasti akan korosi itu harus diperbaiki kalau ada bocor kecil," ujarnya.



dr. Lie mengharapkan pemerintah Indonesia dapat memberikan dukungan berupa intervensi bahan bakar minyak (BBM) untuk harga yang lebih murah sehingga mengurangi biaya untuk BBM yang bisa dialihkan untuk biaya operasional yang lain.

Dia mengatakan rumah sakit apung itu dapat beroperasi dengan menggunakan BBM industri yang harganya lebih mahal dibandingkan BBM bersubsidi sehingga menghabiskan biaya yang lebih besar.

"Ketika kami minta untuk diizinkan membeli BBM solar subsidi kami terbentur pada peraturan yang mengatakan bahwa BBM bersubsidi itu hanya untuk kapal nelayan yang beratnya di bawah 8 GT. Kapal kita jelas bukan kapal nelayan, kapal kita kapal rumah sakit," tuturnya.

"Marilah kita bahu-membahu saling bergandengan tangan memberikan bantuan kepada saudara-saudara kita yang benar-benar sangat membutuhkan bantuan dan uluran tangan kita," ujarnya.

***3***

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019