Jakarta (ANTARA) - Peneliti World Agroforestry Centre (ICRAF) Indonesia Andree Ekadinata mengatakan restorasi kerusakan lingkungan atau bentang alam harus dilakukan dengan mencari akar masalah dari degradasi yang terjadi agar tidak terjadi siklus berulang.

"Coba memulihkan ke depan, restoring forward, jadi sebenarnya kalau restorasi dilakukan semata-mata untuk mengembalikan semuanya ke kondisi awal banyak kasus itu tidak bisa terlaksana karena tantangannya masih ada di situ," ujar Andree ketika ditemui dalam lokakarya nasional aplikasi Urundata di Jakarta pada Selasa.

Baca juga: Aplikasi Urundata galang urunan warga untuk pemetaan lingkungan

Yang dimaksud dengan tantangan, ujar dia, adalah bahwa penyebab dari terjadinya degradasi bentang lahan, termasuk manusia, terkadang berada atau malah tinggal di daerah kerusakan.

Dia mengatakan saat mulai melakukan upaya, beberapa pemangku kepentingan memperingatkan sudah terjadi beberapa kasus di mana upaya restorasi tidak berhasil dilakukan karena ketidakmampuan melihat tantangan di masa yang akan datang.

Pemulihan ke depan, menurut Andree, harus terlebih dulu melihat alasan mendalam mengapa terjadi degradasi bentang alam. Jika tidak teratasi maka kejadian yang sama dapat berulang kembali setelah dilakukan restorasi.

"Memulihkan ke depan artinya mencoba melihat sebenarnya akar permasalahan yang menyebabkan dia rusak itu apa kemudian mencoba melakukan pemulihan dengan memperhatikan keinginan masyarakat yang ada di sana," ujar dia.

Dia mencontohkan bahwa degradasi area yang dilindungi dapat dipulihkan sambil mencari jalan tengah dari apa yang diinginkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat.

Hutan lindung yang dirambah tentu saja harus dikembalikan ke fungsinya semula, kata dia, tapi akar masalah perambahan yang dilakukan masyarakat juga harus diatasi misalnya dengan memanfaatkan area di sekitarnya untuk kepentingan warga setempat.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019