Palembang (ANTARA) - Bea Cukai Palembang menyita 1.100 botol minuman keras palsu berbahaya dan alat-alat produksinya dari pabrik ilegal di Indralaya Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.

Kepala Kantor Wilayah Dirjen Bea Cukai Sumatera Bagian Timur, Dwijo Muryono, Rabu, mengatakan pabrik ilegal tersebut diketahui telah beroperasi selama empat bulan dan kerap mendistribusikan minuman keras oplosan ke berbagai daerah di Sumsel.

Baca juga: Polda Jatim ungkap produksi miras palsu

"Pabrik tersebut Bea Cukai amankan pada 16 November 2019, termasuk para pembuat minuman kerasnya juga kami amankan sebanyak lima orang," ujar Dwijo saat memberi keterangan pers.

Menurut dia penindakan bermula ketika Bea Cukai menerima informasi adanya pengiriman paket tutup botol minuman keras dari Jakarta menuju Palembang menggunakan bus.

Lalu tim Bea Cukai Palembang langsung bergerak memantau paket tersebut dengan menghentikan dan memeriksa bus, hasilnya didapati paket berisi tutup botol minuman keras jenis Vidka Mansion House.

Tim meminta pembawa paket menunjukkan lokasi pabrik tujuan kiriman tersebut, akhirnya diamankan seorang bernama AM selaku distributor, tiga orang pekerja berinisial LC, S, NS, dan JI sebagai peramu minuman keras.

"Dari lima orang itu kami tetapkan dua orang sebagai tersangka yakni AM (22) sebagai distributor dan JI (26) selaku peramu, keduanya berasal dari Kota Palembang," jelas Dwijo.

Baca juga: Industri Minuman Keras Palsu Digerebek

Sementara Kepala Seksi Penyuluhan dan Informasi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Palembang, Dwi Harmawanto, menambahkan bahwa alat-alat produksi yang turut diamankan yakni satu unit mesin pengemas tutup botol, lima drum berisi 200 liter alkohol, dan bahan-bahan kimia.

"Pembuatan miras oplosan ini menggunakan cara tradisional yang tidak sesuai standar dan tingkat kandungan alkoholnya lumayan tinggi, tentu berbahaya sekali jika dikonsumsi," kata Dwi.

Perkiraan kerugian negara bila minuman keras tersebut diedarkan ke masyarakat, penerimaan cukai yang tidak dibayarkan bisa mencapai Rp200 juta, belum termasuk yang sudah beredar selama ini.

Akibat perbuatannya, kedua tersangka dikenakan Pidana Pasal 50 dan Pasal 54 Undang-Undang Nomer 39 Tahun 2007 dengan maksimal penjara lima tahun dan pidana denda paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Baca juga: Reimpor kelapa Sumsel perlu diselidiki cegah dampak lanjutan

Baca juga: Bea Cukai Palembang gagalkan penyelundupan 65.000 ekor benih lobster

Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019