Baghdad (ANTARA) - Ulama senior Muslim Syiah Irak pada Jumat mengecam serangan terhadap demonstran dan mendesak anggota parlemen untuk meninjau kembali dukungnya terhadap pemerintah. 

Ayatullah Ali al-Sistani menyampaikan pernyataannya setelah hari paling berdarah dalam beberapa pekan kerusuhan antipemerintah. Pada hari itu, pasukan keamanan menembak mati ratusan demonstran dan bentrokan di sejumlah provinsi selatan mulai meningkat.

Pemerintah "tampaknya tak mampu mengatasi peristiwa selama dua bulan terakhir ... parlemen harus mempertimbangkan kembali pilihannya dan melakukan apa yang menjadi kepentingan Irak," kata wakil Sistani dalam khutbah yang disiarkan melalui TV.

Sistani mengatakan serangan terhadap aksi protes damai "dilarang" namun juga mendesak demonstran untuk menolak kekerasan, dua hari setelah massa membakar gedung Konsulat Iran di kota suci Najaf.

Massa "tidak boleh membiarkan demonstrasi damai berubah menjadi serangan terhadap orang maupun fasilitas," katanya.

Pembakaran konsulat Iran di Najaf pada Rabu (27/11) memicu peningkatan kekerasan.

Pada Kamis (28/11), pasukan keamanan menembak mati 46 orang di kota selatan lainnya, Nassiriya, 12 di Najaf dan empat di Baghdad. Kejadian itu menambah jumlah korban tewas selama beberapa pekan kerusuhan menjadi sedikitnya 408 orang. Kebanyakan dari mereka adalah pengunjuk rasa tak bersenjata, menurut perhitungan Reuters dari sumber medis dan kepolisian.

Kerusuhan itu menjadi krisis terbesar di Irak selama beberapa tahun. Massa menuntut pengusiran elit penguasa yang didominasi Syiah dan didukung Iran, yang berkuasa sejak invasi pimpinan AS dan penggulingan Saddam Husein pada 2003.

Sumber: Reuters

Baca juga: PM Irak mundur pascaseruan ulama senior Syiah

Baca juga: Menlu Irak minta maaf atas serangan terhadap Konsulat Iran di Najaf
​​​​​​​

Irak: BBM Subsidi Untungkan Orang Kaya

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019