Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memaparkan hasil kajian yang dilakukan bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terkait skema ideal pendanaan partai politik (parpol) kepada perwakilan parpol di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Paparan dihadiri oleh Wakil Ketua Basaria Panjaitan, Deputi Pencegahan Pahala Nainggolan, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Giri Suprapdiono beserta tim peneliti dari LIPI Syamsudin Harris dan Moch Nurhasim.

"KPK menilai pendanaan negara kepada parpol memiliki urgensi, mengingat parpol merupakan salah satu institusi demokrasi yang penting dan strategis karena memiliki fungsi, tugas dan tanggung jawab melakukan rekrutmen politik," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.

KPK, kata dia, juga memandang bahwa demokrasi yang terkonsolidasi membutuhkan parpol yang solid dan sehat secara organisasi, demokratis secara internal, berintegritas dan terinstitusionalisasi.

"Sehingga, pembiayaan parpol oleh negara secara signifikan diperlukan untuk mengambil alih kepemilikan sekaligus kepemimpinan parpol dari individu-individu pemilik uang. Harapannya, ke depan parpol benar-benar menjadi badan hukum publik yang dimiliki para anggota dan dipimpin secara demokratis oleh anggota sebagaimana semangat UU Partai Politik," tuturnya.

Baca juga: KPK-LIPI rekomendasikan dana bantuan parpol Rp8.461 per suara

Kajian pendanaan lanjut dia, bertujuan untuk mencari skema ideal sebagai dasar pemberian dana bantuan kepada parpol, memberikan rekomendasi kepada pemerintah tentang besaran dana bantuan kepada parpol dan persyaratan administratif serta tata kelola internal parpol yang harus dipenuhi.

"Tujuan akhirnya adalah rekomendasi skema besaran pendanaan partai ini dapat mengurangi korupsi politik," ungkap Febri.

Ia menyatakan estimasi kebutuhan anggaran yang dikumpulkan dalam kajian dari lima partai, yakni Golkar, PKB, PDIP, Gerindra dan PKS diperoleh harga sebesar Rp16.922 persuara.

Kelima partai ini memiliki perolehan suara lebih dari 50 persen pada Pemilu 2019. Bantuan pendanaan akan diberikan maksimal 50 persen kebutuhan anggaran parpol agar parpol tetap memiliki ruang untuk mengembangkan parpol.

"Selain itu, bantuan dana akan diberikan dalam jangka waktu lima tahun secara bertahap. Tahun pertama diberikan 30 persen, di tahun kedua 50 persen, tahun ketiga 70 persen, tahun keempat 80 persen hingga tahun kelima menjadi 100 persen dari 50 persen bantuan pendanaan negara kepada parpol," tuturnya.

Bantuan pendanaan negara hanya untuk membiayai kebutuhan operasional parpol dan pendidikan politik, tidak termasuk dana kontestasi politik.

Dengan estimasi dan skema pendanaan tersebut maka untuk tahun pertama di tingkat pusat, kata Febri, negara perlu mengalokasikan dana Rp320 miliar dengan asumsi suara pemilih 126 juta pada pemilu 2019.

"Membandingkan dengan APBN 2019 sekitar Rp2.400 triliun, angka ini relatif kecil yakni 0,0046 persen. Hingga tahun kelima estimasi total bantuan pendanaan yang akan dialokasikan negara untuk parpol sebesar Rp3,9 Triliun. Perhitungan ini lebih rendah dibandingkan dengan rekomendasi Bappenas yang didasarkan pada suara PDIP sebesar Rp48 ribu persuara sehingga negara perlu mengalokasikan dana sebesar Rp6 triliun," kata dia.

Baca juga: Pemerintah bicara substansi soal dana bantuan partai politik

Baca juga: Partai politik harus siap diaudit BPK

 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019