Jakarta (ANTARA) - Panitia seleksi (pansel) hakim Mahkamah Konstitusi mendalami aktivitas calon hakim Konstitusi Umbu Rauta sebagai advokat.

"Apakah Pak Umbu tergabung ke salah satu kantor pengacara Tyas di Ambarawa?" tanya anggota pansel Sukma Violetta di gedung Sekretariat Negara Jakarta, Kamis.

"Tidak tapi Pak Tyas rekan saya di Satya Wacana tapi saya tidak tergabung," jawab Umbu yang merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Jawa Tengah.

Baca juga: Calon hakim konstitusi setuju MK diawasi pihak eksternal

Tanya jawab itu berlangsung dalam tes wawancara terbuka untuk 8 orang calon hakim konstitusi untuk mencari pengganti hakim konstitusi perwakilan pemerintah I Dewa Gede Palguna yang akan berakhir masa jabatannya pada 7 Januari 2020.

"Infonya bapak juga menangani sengketa pemilu apa benar?" tanya Sukma.

"Pada 2016 saya pernah diminta jadi ahli untuk sengketa pilkada wali kota Salatiga," jawab Umbu.

"Apakah bapak pernah beracara di MK?" tanya Sukma.

"Saya tidak pernah beracara sebagai pemohon untuk kasus pilkada, tapi saya baru teringat ada kasus pilkada di Soe, Nusa Tenggara Timur. Saya dimasukkan di situ sebagai tim kabupaten Soe tapi saya tidak terlibat karena saya belum dapat penyumpahan di pengadilan tinggi, tapi saya dimasukkan ke tim pihak terkait, hanya itu," jawab Umbu.

"Apakah bapak pernah menjadi ketua tim pemenangan calon legislatif Milhous Teddy Sulistio yang akhirnya menjadi Ketua DPRD Salatiga?" tanya Sukma.

"Saya tidak pernah jadi tim pemenangan Pak Teddy, tapi saya kenal dan dekat beliau karena beliau adalah ketua DPRD dan saya ada dalam dapil beliau," jawab Umbu.

Umbu pun mengaku meski punya kartu advokat tapi sangat jarang menggunakannya.

"Bisa dikatakan 90 persen saya tidak menggunakan kartu itu," kata Umbu.

Terkait pengawasan, Umbu menilai bahwa MK lebih cocok diawasi secara internal dibanding eksternal.

"Saya ingin mengatakan kode etik penjaga atas aktivitas atau perilaku dari hakim memang dibutuhkan tapi yang sangat pentng adalah kembali kepada diri dari hakim yang bersangkutan, balik ke integritas diri. Ada Mahkamah Kerhomatan MK, pengawasan eksternal bisa dari masyarakat dan meski secara formal tidak ada Komisi Yudisial di MK tapi dalam banyak hal pengawasan masyarakat lebih penting, jadi MK yang ideal dengan dukungan publik sangat penting," ungkap Umbu.

Seperti diketahui pada 2006, Mahkamah Agung mengajukan uji materi ke MK. Putusan MK saat itu menyebutkan bahwa pengawasan terhadap hakim MA tetap, sedangkan pengawasan terhadap MK dianulir.

Adapun potongan putusan MK tersebut berbunyi: "Permohonan para Pemohon sepanjang menyangkut perluasan pengertian hakim menurut Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yang meliputi hakim konstitusi terbukti bertentangan dengan UUD 1945 sehingga permohonan para Pemohon harus dikabulkan. Dengan demikian, untuk selanjutnya, hakim konstitusi tidak termasuk dalam pengertian hakim yang perilaku etiknya diawasi oleh Komisi Yudisial".

Baca juga: Tes wawancara calon hakim konstitusi dimulai hari ini

Pansel MK sudah melakukan tes wawancara kepada 5 orang calon hakim konstitusi pada 11 Desember 2019 yaitu Benediktus Hesto Cipto Handoyo, Bernard L Tanya, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Ida Budiarti dan Suparman Marzuki.

Sedangkan pada 12 Desember 2019 pansel menguji Widodo Ekatjahjana, Umbu Rauta dan Yudi Kristiana.

Pansel akan memberikan 3 nama terakhir kepada Presiden Joko Widodo pada 18 Desember 2019 dan selanjutnya Presiden Joko Widodo akan memilih 1 nama. Tiga nama tersebut dipertimbangkan dari hasil wawancara, tes kesehatan serta berbagai data dari KPK, PPATK, Kejaksaan Agung, Komisi Yudisial.

Baca juga: Baru 8 orang mendaftar jadi calon hakim konstitusi
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019