Kami juga tidak ingin anak didik tertinggal, apalagi ini masalah pendidikan
Jakarta (ANTARA) - Pagi itu langit tampak mendung dengan rentetan awan hitam mengiringinya. Gumpalan-gumpalan itu terlihat seakan ingin mengguyur perkampungan di Desa Lebaksitu yang terletak di Kecamatan Lebakgedong, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Benar saja, tak lama kemudian rintik-rintik hujan mulai turun dan semakin lama kian deras. Kondisi tersebut tentu tidak sesuai dengan harapan sebab pagi itu merupakan hari pertama siswa-siswi Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Lebaksitu, Kabupaten Lebak untuk kembali bersekolah.

Sudah waktunya, mereka para peserta didik beserta para guru untuk melaksanakan kembali aktivitas belajar dan mengajar usai musibah bencana banjir bandang serta tanah longsor yang menghantam perkampungan itu.

Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda desa itu pada Rabu (1/1) malam mengakibatkan kerusakan cukup parah. Setidaknya terdapat 13 rumah rusak berat dan lima rata dengan tanah. Itu belum termasuk kerusakan sarana dan prasarana umum lainnya.

Akibatnya, para peserta didik terpaksa diliburkan sejak 6 Januari 2020. Pihak sekolah, wali murid dan perangkat desa membuat kesepakatan bersama untuk meliburkan segala aktivitas di sekolah sementara waktu karena khawatir terjadi bencana susulan.

Namun di luar dugaan, bumi yang tadinya dibasahi hujan mulai berangsur teduh atas kuasa Tuhan. Cahaya matahari pun mulai menyelinap dan bahkan tampak gagah perkasa menyinari Desa Lebaksitu. Berhentinya hujan tadi sekaligus pertanda anak-anak desa dapat kembali menuju sekolah mereka yang sudah berdiri sejak 1977.

Termasuk pula di salah satu titik desa, terlihat pemandangan serupa. Seseorang usai berkemas dan menggunakan seragam kebanggaan berwarna kuning kecoklatan yang dipadu dengan sepatu hitam. Tidak lupa disertai ikat pinggang berbahan kulit yang sudah mulai terkelupas. Dia adalah  Arsyad Suwandi, guru kelas enam di SD Negeri 1 Lebaksitu tengah menghidupkan sepeda motor matic hitam menuju sekolah.

Guru yang sudah mengabdi kepada negara sejak 1988 itu mengaku sangat senang dan antusias sebab 13 Januari itu merupakan hari pertama dirinya mengajar kembali usai desa dilanda banjir bandang dan tanah longsor.

Tidak seperti biasanya, ada yang menarik dari sekolah hari ini. Sebelum menuju sekolah, lelaki berdarah Sunda tersebut mendatangi rumah-rumah warga di perkampungan. Ia mengetuk pintu-pintu rumah satu persatu dan menyerukan "hari ini anak-anak sudah mulai masuk kelas".

Hal serupa terus dilakukannya ke sejumlah rumah wali murid dengan penuh semangat. Ia memberitahukan anak-anak harus kembali masuk sekolah setelah seminggu libur akibat bencana alam.

Usai berkeliling desa dengan segala keterbatasan, Suwandi melanjutkan tujuannya ke SD Negeri 1 Lebaksitu. Kemudian memarkir sepeda motor buatan Jepang itu di sekitar rumah warga setempat yang berjarak sekitar 150 meter dari sekolah.

Jauhnya lokasi parkir itu disebabkan kendaraan roda dua apalagi roda empat tidak bisa masuk ke lokasi sekolah karena bangunan itu terletak di atas pemukiman warga. Bahkan untuk mencapainya, harus melalui puluhan anak tangga yang sudah rusak dan retak-retak.

Bisa dibayangkan, untuk menuju sekolah saja guru-guru dan anak didik harus melewati puluhan anak tangga. Tidak hanya rusak, namun juga dengan kemiringan cukup terjal. Jika hari hujan, medannya semakin menantang karena menjadi licin sehingga bisa celaka jika tidak berhati-hati.

Sesampainya di sekolah, ia bersama seorang guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta tiga guru honorer lainnya menunggu kedatangan calon-calon generasi emas dari Desa Lebaksitu dengan penuh semangat.

Tak berselang lama, satu per satu siswa berdatangan. Sesuai dugaan, hanya beberapa anak didik saja yang bisa mengikuti proses belajar mengajar pada hari pertama sekolah usai peristiwa bencana itu. Bahkan, guru-guru yang berasal dari Kecamatan Cipanas belum dapat hadir karena akses jalan yang terputus ke desa itu.

Pada hari pertama sekolah hanya 35 siswa yang hadir. Mereka ialah 10 siswa kelas enam dan 25 peserta didik dari berbagai tingkatan kecuali kelas satu.

"Tidak banyak yang hadir, namun saya dan guru-guru lainnya tetap semangat mendidik mereka," ujarnya yang merupakan guru bantu sejak 1989 hingga 2003 itu.

Meskipun tidak banyak siswa yang hadir, para guru memaklumi karena wali murid masih trauma dan khawatir terjadi bencana susulan. Apalagi, bangunan SD Negeri 1 Lebaksitu persis berada membelakangi bukit-bukit.

Walaupun telah masuk sekolah, proses belajar mengajar belum bisa dilangsungkan sebagaimana biasanya. Para guru dan siswa saling bergotong royong membersihkan bangunan sekolah yang masih penuh dengan lumpur dan material longsor.
Potret lumpur yang menimpa SD Negeri 1 Lebaksitu Kabupaten Lebak akibat banjir bandang dan tanah longsor. (ANTARA/ (Muhammad Zulfikar)

Akibat tanah longsor dan banjir bandang, bangunan sekolah yang baru saja didirikan dan akan digunakan itu retak di salah satu pojok. Selain itu juga dipenuhi lumpur terutama di ruangan kelas satu, dua dan tiga. Beruntungnya, tidak ada dokumen penting yang rusak saat bencana melanda.

Baca juga: Kabupaten Lebak masih kekurangan 3.000 guru SD dan SMP

Belajar Tambahan

Akibat banjir bandang dan tanah longsor, aktivitas masyarakat di Desa Lebaksitu lumpuh total. Hal itu dikarenakan akses utama menuju desa terputus dihantam bebatuan, pohon tumbang dan material lainnya.

Sesuai jadwal kalender akademik, anak didik di Tanah Air seharusnya sudah memulai proses belajar mengajar pada Senin (6/1). Namun, nasib kurang beruntung harus dialami oleh para peserta didik di Desa Lebaksitu, Kabupaten Lebak.

Bangunan sekolah mereka yang berada di bawah bukit ikut terdampak banjir bandang dan tanah longsor pada Rabu (1/1) malam. Akibatnya, sebanyak 225 siswa dan seluruh guru terpaksa diliburkan selama seminggu. Keputusan itu diambil atas kesepakatan sekolah, masyarakat atau wali murid dan perangkat desa.

Mereka khawatir situasi dan cuaca yang tidak menentu mengakibatkan bencana susulan. Namun pada Senin (13/1), sebagian anak didik sudah mulai hadir di sekolah meskipun hanya beberapa di antara mereka yang memberanikan diri untuk menimba ilmu.

Libur akibat bencana alam itu berimbas pada ketertinggalan materi pelajaran siswa dan siswi di Desa Lebaksitu. Meski tidak ada sekolah darurat yang didirikan selama libur, namun sekolah dan guru-guru di SD Negeri 1 Lebaksitu tidak mau menyerah begitu saja.

Mereka bertekad mengisi dan mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada anak didik melalui belajar tambahan di luar jam pelajaran.

"Kami akan kejar materi yang belum sempat diajarkan pada anak didik dengan belajar tambahan di luar jam pelajaran terutama bagi kelas enam," kata Suwandi.

Ia menegaskan anak didik tetap bisa memperoleh ilmu dari para guru meskipun sempat tertinggal dari sekolah-sekolah lainnya. Bagaimanapun, materi pelajaran harus tetap ditransformasikan karena pendidikan itu penting.

Baca juga: 3.191 guru madrasah di Lebak terima insentif

"Kami optimistis sekolah bisa merealisasikan ini. Kami juga tidak ingin anak didik tertinggal, apalagi ini masalah pendidikan," kata guru yang sudah mengabdi sejak 1988 itu.

Di tempat terpisah, Amal (12) pelajar kelas enam SD Negeri 1 Lebaksitu mengaku sudah seminggu tidak mengikuti proses belajar mengajar. Ia bersama teman-teman lainnya terpaksa diliburkan usai kejadian alam itu.

Selama libur, ia memilih belajar secara mandiri dan membantu orang tua termasuk pula mengambil bantuan logistik dari pemerintah di desa setempat. Banjir bandang dan tanah longsor mengakibatkan rumahnya juga ikut terimbas.

"Buku-buku pelajaran saya rusak. Tapi alhamdulillah seragam sekolah masih bisa digunakan," ujar dia dengan wajah datar seakan mengingat kejadian pilu beberapa waktu lalu.

Kini, ia bersama anak-anak di Desa Lebaksitu hanya bisa berharap pemerintah segera membantu berbagai persoalan yang ada terutama di aspek pendidikan.

Sementara itu, Kepala Desa Lebaksitu Tubagus Imron mengatakan para pelajar SD, SMP hingga SMA sederajat di Desa Lebaksitu sudah seminggu tidak mengikuti proses belajar mengajar usai peristiwa alam tersebut yang mengakibatkan wilayah itu terisolir.

"Kami khawatir dan tidak ingin mengambil risiko sehingga siswa diliburkan. Masalah ini juga sudah dilaporkan ke UPT pendidikan serta pemangku kepentingan terkait," kata dia.

Honor Rp5 ribu Per Bulan

"Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri"? Penggalan lagu Iwan Fals berjudul Oemar Bakri tersebut sepertinya dapat menjadi gambaran sosok Arsyad Suwandi, guru SD Negeri 1 Lebaksitu, Kabupaten Lebak yang mengetuk pintu-pintu rumah para siswa untuk kembali sekolah usai banjir bandang dan longsor.

Guru yang mengajar pada siswa kelas enam itu sudah mengabdi kepada negara sejak 1988 sebagai guru sukarelawan. Pada 1989, statusnya naik menjadi guru bantu dengan honor yang diterima sebesar Rp5 ribu per bulan. Kemudian, 2003 hingga 2005 statusnya kembali naik menjadi guru bantu sekolah dan menerima honor Rp310 ribu hingga Rp600 ribu per bulan.

"Selanjutnya, pada rentang 2006 hingga 2008 sebagai CPNS," katanya.

Perjuangan berat yang dilalui Suwandi selama bertahun-tahun membuahkan hasil. Jerih payahnya telah membuatnya diangkat oleh pemerintah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada 2008.

Bagi Suwandi, mengajar merupakan ladang ibadah dan bukti pengabdian kepada negara tanpa mengenal waktu dan keadaan. Apalagi, mengajar merupakan pekerjaan mulia dengan tujuan memanusiakan manusia sesuai Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Meski hanya menerima honor yang jauh dari kata laik sebelum diangkat sebagai PNS, ia tidak pernah berkecil hati. Perjuangan belasan tahun untuk mencerdaskan generasi bangsa merupakan tujuan mulia yang terus dilakukannya hingga kini. Bahkan ia bertekad, tetap melanjutkan perjuangannya hingga nanti.

Baca juga: Guru di pedalaman Lebak terima gaji Rp150.000/bulan

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020