Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diharapkan dapat menegakkan hak asasi manusia (HAM) terutama bagi para pekerja di sektor kelautan dan perikanan dalam meningkatkan jumlah produksi komoditas perikanan nasional.

"Upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan produksi dan ekspor perikanan mesti dibarengi dengan perhatian dan kebijakan perlindungan HAM bagi pekerja di sektor perikanan," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan, Minggu.

Menurut dia, sektor perikanan saat ini masih rentan terhadap praktik kerja paksa dan perdagangan orang. Praktik tersebut terjadi pada subsektor budidaya, penangkapan dan pengolahan ikan.

Baca juga: KKP dorong swasta tingkatkan produksi komoditas berorientasi ekspor

Ia berpendapat bahwa rencana deregulasi sejumlah kebijakan sektor kelautan dan perikanan melalui review 29 peraturan dikhawatirkan akan membuat sektor perikanan menjadi ajang eksploitasi sumberdaya ikan tanpa memikirikan keberlanjutan.

"Dikhawatirkan pertimbangan ekonomi akan mendominasi kebijakan perikanan kedepan tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial," kata Abdi.

Walaupun stok ikan di perairan Indonesia terindikasi naik, lanjutnya, namun pemerintah mesti menyadari bahwa saat ini stok ikan global semakin menipis.

Abdi mengemukakan bahwa kegiatan penangkapan ikan saat ini ditandai dengan ongkos produksi yang makin meningkat, apalagi dengan rencana pemerintah mendorong armada kapal ikan Indonesia menangkap di ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia).

Penangkapan ikan pada lokasi yang lebih jauh, ujar dia, akan meningkatkan biaya BBM dan biaya tenaga kerja, pelaku usaha akan menekan 2 hal tersebut agar tetap kompetitif.

"Tanpa instrumen dan pengawasan yang kuat, pengusaha akan memotong biaya tenaga kerja dan hal itu akan menjadi insentif terjadinya perbudakan modern di sektor perikanan tangkap," kata Abdi.

Baca juga: KKP produksi sekitar 7 juta ton bibit ikan/tahun

Sejauh ini, lanjutnya, instrumen untuk melakukan pengawasan ketenagakerjaan disektor perikanan masih parsial dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Tenaga Kerja

Sementara itu, Program Coordinator SAFE Seas Project, DFW-Indonesia, Muh Arifuddin meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 35/2015 tentang Sistim dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan.

"Sejauh ini beleid tersebut merupakan satu-satunya produk hukum pemerintah yang secara langsung mencegah praktik kerja paksa, pelanggaran HAM dan perdagangan orang di sektor perikanan," kata Arif dan menambahkan bahwa aturan tersebut masih parsial mengatur awak kapal dalam negeri dan mereka yang bekerja di luar negeri atau migran.

Arif mengingatkan bahwa saat ini di pasar global, banyak ikan yang ditangkap oleh orang-orang yang bekerja lebih dari 18 jam sehari, bergaji 200-300 dolar AS bulan dan bekerja dalam jeratan utang dan pemerasan.

Oleh karena itu, masih menurut dia, pemerintah jangan menutup mata terhadap masalah ini dan mesti mengambil langkah-langkah konkrit untuk memberikan perlindungan awak kapal perikanan di dalam dan luar negeri.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020