Mobilitas masyarakat Gunung Kidul sangat tinggi dibanding dengan daerah lain, sehingga potensi serangan DBD sangat tinggi...,
Gunung Kidul (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebutkan bahwa ada empat kecamatan di wilayah ini rentan kasus demam berdarah dangue, karena mobilitas masyarakat sangat tinggi dibanding dengan daerah lain.

Kepala Bidang Pencegahan dan Penularan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Gunung Kidul, Sumitro di Gunung Kidul, Selasa mengatakan empat kecamatan rentan kasus demam berdarah dangue, yakni Kecamatan Wonosari, Karangmojo, Ponjong dan Kecamatan Playen.

"Mobilitas masyarakat sangat tinggi di daerah itu dibanding dengan daerah lain, sehingga potensi serangan DBD sangat tinggi," kata Sumitro.

Ia mengatakan pada Januari 2020, ada 139 kasus DBD, satu diantaranya dicurigai meninggal karena DBD.
Baca juga: Puluhan warga Gunung Kidul terserang DBD

Awal tahun ini, Gunung Kidul menempati urutan pertama kasus DBD di wilayah DIY, kemudian dibawahnya menyusul Kabupaten Bantul, Sleman, Kota dan dan Kabupaten Kulon Progo terendah. Meski demikian, tidak dikategorikan sebagai wabah.

“Ini masih endemis DBD. Disebut wabah jika dalam jangka waktu tertentu terjadi lonjakan kasus dan sebarannya luas,” ucapnya.

Berdasarkan hasil uji laboratorium di Loka Litbang P2B2 Banjarnegara, nyamuk pembawa penyakit mematikan itu kemampuan restitensinya paling kuat dibanding tiga kabupaten dan kota di Yogyakarta.

Persoalannya, pembunuh nyamuk dengan menggunakan zat malapion sekarang sudah tidak mempan. Nyamuk menjadi resiten kalau pemakaian insektisida tidak terkendali atau tidak pas dosisnya.
Baca juga: RSUD Wonosari Gunung Kidul rawat 12 pasien DBD, 1 meninggal
Baca juga: Yogyakarta uji metode wolbachia untuk kendalikan DBD


Sama halnya obat antibiotik, jika penggunaan atau dosisnya keliru maka penyakitnya menjadi kebal jika diberi obat dari jenis yang sama. Dosisnya perlu dinaikkan. Begitu pula dengan insektisida untuk nyamuk perlu ada zat pembunuh nyamuk generasi baru.

"Dibanding tiga kabupaten dan kota di Yogyakarta, resistensi nyamuk pembawa DBD di Gunung Kidul paling kebal insektisida. Namun sekarang sudah ada iseksida generasi terbaru,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Penyakit Menular Dinas Kesehatan Gunung Kidul Diah Prasetyo Rini mengatakan per 13 Februari 2020 tercatat ada 25 kasus DBD di Gunung Kidul.

Ia mengatakan aktifitas nyamuk aedes aegypty juga ada jamnya yakni, pada pagi muncul antara 8.00-10 WIB. Sementara sore mulai 15.00 WIB hingga 16.00 WIB. Paling mudah pencegahan adalah dengan mengoleskan loition anti nyamuk.

"Langkah Dinkes, yakni gencar melakukan pencegahan melalui sosialisasi juga penanganan langsung," katanya.
Baca juga: Yogyakarta tetap waspadai penularan DBD meski kasus turun

Pewarta: Sutarmi
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020