penerapan cukai plastik tidak hanya untuk menambah penerimaan negara namun juga untuk menekan dampak negatif terhadap lingkungan dan makhluk hidup.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa rencana pengenaan tarif cukai terhadap kantong plastik sebesar Rp30 ribu per kilogram atau Rp200 per lembar berpotensi menyumbang penerimaan negara hingga Rp1,6 triliun.

Sri Mulyani mengatakan besaran penerimaan negara Rp1,6 triliun diperoleh jika penerapan cukai plastik disetujui oleh anggota Komisi XI DPR RI sebab kebijakan itu lebih memberikan kepastian hukum termasuk terkait kejelasan pertanggungjawaban.

“Apabila disetujui Komisi XI dengan konsumsi kantong plastik menjadi 55 juta kilogram per tahun, potensi penerimaannya Rp1,605 triliun,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Baca juga: Sri Mulyani usulkan tarif cukai plastik Rp30 ribu per kilogram

Hal tersebut berkaitan dengan ketentuan kantong plastik berbayar Rp200 per lembar sesuai dengan SE KLHK Tahun 2016 dan Rp200 sampai Rp500 per lembar oleh Aprindo yang tidak jelas pertanggungjawabannya atas penerimaan dari pengenaan tarif itu.

Sementara itu, Sri Mulyani menegaskan penerapan cukai plastik tidak hanya untuk menambah penerimaan negara namun juga untuk menekan dampak negatif terhadap lingkungan dan makhluk hidup.

“Banyak gambar mengenai ikan yang ditangkap atau bahkan mati terkena dampak negatif dari plastik. Ini sesuatu yang perlu kita lihat karena Indonesia termasuk negara dengan sampah plastik terbesar dunia,” ujarnya.

Sri Mulyani menyatakan melalui kebijakan tarif cukai kantong plastik diyakini mampu menekan konsumsi plastik hingga 50 persen yakni menjadi 53,5 juta kilogram per tahun sebab selama ini penggunaannya mencapai 107 juta kilogram per tahun.

“Data itu dari KLHK tahun 2016 dilakukan berdasarkan konsumsi di 90 ribu gerai ritel jadi pengenaan cukai ini diasumsikan konsumsi akan menurun 50 persen,” ujarnya.

Selain itu, Sri Mulyani menuturkan jika cukai plastik disahkan maka akan memberikan keseragaman pungutan, adanya mekanisme kontrol dan penegakan hukum, serta mendorong produksi kantong plastik ramah lingkungan.

“Dengan adanya cukai ada keseragaman pelaksanaan di wilayah Indonesia pabean, menjadi jelas tarif berapa, penerimaan berapa, kami pertanggungjawabkan dalam APBN dan ada mekanisme kontrol,” katanya.

Baca juga: Pengolahan sampah plastik jadi biodiesel di Jabar dimulai 2020

Ia berharap melalui instrumen ini produsen secara bertahap dapat mempunyai opsi untuk memproduksi barang-barang yang lebih ramah lingkungan karena nanti dikenakan cukai yang jauh lebih kecil atau bahkan tidak ada.

“Kami usulkan ketebalan di bawah 75 mikron atau tas kresek tapi kami akan melakukan pengecualian dalam bentuk pembebasan atau tidak dipungut apabila barang itu diekspor atau difabrikasi,” katanya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020