Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diwakili Kementerian Hukum dan HAM menyatakan jabatan hakim agung dan presiden serta wakil presiden memiliki karakteristik yang berbeda.

"Pembatasan masa jabatan hakim agung sampai 70 tahun memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik jabatan presiden dan wakil presiden," tutur Direktur Litigasi Peraturan Perundangan-Undangan Kemkumham Ardiansyah di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.

Baca juga: Digugat ke MK, masa jabatan hakim agung minta dibatasi 10 tahun

Baca juga: DPR anggap KY kurang transparan seleksi calon hakim agung

Baca juga: MA hanya tindaklanjuti 10 rekomendasi sanksi ratusan hakim


Hal tersebut disampaikannya dalam keterangan pemerintah atas pengujian UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Secara singkat, ia menjelaskan jabatan hakim agung tidak dapat disamakan dengan jabatan presiden dan wakil presiden karena kebijakan trias politika yang membedakan eksekutif dan yudikatif.

Presiden dan wakil presiden, disebutnya merupakan jabatan politik yang disesuaikan dengan periodisasi yang ditetapkan UUD 1945.

Sementara hakim agung merupakan pejabat negara yang pengangkatannya sesuai dengan kebutuhan.

"Perbedaan demikian dianggap pemohon merupakan dalil tidak beralasan hukum, namun asumsi saja secara hukum tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata Ardiansyah.

Ada pun pemohon, Aristides Verissimo de Sousa Mota, mempersoalkan UU Mahkamah Agung tidak membatasi periode jabatan hakim agung, yakni dapat hingga pensiun usia 70 tahun.

"Ada kemungkinan seorang hakim agung bisa menjabat sampai 25 tahun kalau dia terpilih pada saat dia berumur 45 tahun dan mengakhiri jabatannya 70 tahun," ujar pemohon.

Untuk itu, pemohon mengusulkan agar jabatan hakim agung lima tahun dan dapat dipilih satu periode lagi, seperti jabatan presiden dan wakil presiden.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020