Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa kesepakatan perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) ASEAN-Australia-Selandia Baru akan ditandatangani di sela-sela pertemuan puncak ke-14 ASEAN di Thailand.

"FTA ASEAN-Australia-Selandia Baru sudah akan ditandatangani di sela-sela KTT ASEAN oleh para menteri perdagangan," kata Mari di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Selasa, seusai melaporkan persiapan KTT ASEAN kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Terkait dengan imbauan sejumlah pihak agar Indonesia menunda penandatanganan FTA ASEAN-Australia- Selandia Baru hingga seusai krisis ekonomi, Mari mengatakan bahwa perjanjian itu adalah suatu proses yang telah dinegosiasikan dalam waktu lama.

"Saya rasa belum ada penolakan, mungkin belum ada kepemahaman mengenai keseluruhan perjanjian yang akan kita tandatangani. Inikan sudah suatu proses yang negosiasinya cukup lama sekitar 3-4 tahun dan sudah melibatkan semua departemen terkait," katanya.

Namun, lanjut Mendag, sebelum menyetujui perjanjian itu pemerintah telah memastikan bahwa Indonesia mendapatkan manfaat yang besar dari kesepakatan itu.

"Dalam negosiasi kita selalu mengedepankan kepentingan nasional jadi kita mendapat akses pasar," ujarnya.

Mari menjelaskan bahwa setelah penandatanganan maka 98 persen dari nilai ekspor Indonesia yang memasuki Australia akan mendapat tarif 0 persen dan untuk sektor yang sensitif baru akan dimulai pada 2017-2020.

"Jadi ini semua sudah direncanakan di dalam negosiasi supaya ada keuntungan netto untuk Indonesia. Itu positif, kita akan mendapat akses pasar, dan kita membukanya jauh lebih lambat dari mereka karena mereka adalah negara yang lebih maju," katanya.

Selain melalui FTA ASEAN-Australia-Selandia Baru pemerintah Indonesia juga sedang menjajaki kesepakatan yang bersifat lebih dwipihak dengan Australia dan Selandia Baru.

"Pemerintah sedang menjajaki dan diharapkan diselesaikan dalam waktu dekat perjanjian yang sifatnya lebih bilateral dengan Australia dan Selandia Baru untuk mendapatkan manfaat tambahan yang berbentuk pembangunan kapasitas untuk meningkatkan kemampuan kita untuk masuk ke pasar mereka," ujarnya seraya menambahkan bahwa pemerintah juga akan mendapatkan akses untuk tenaga kerja terlatih ke Australia dan Selandia Baru.

Sementara itu, pekan lalu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Institute for Global Justice (IGJ) mendesak pemerintah menunda penandatanganan FTA ASEAN-Australia-Selandia Baru sampai Indonesia pulih dari dampak krisis ekonomi dunia.

"Kami meminta pemerintah untuk menunda penandatanganan FTA baru ini. Indonesia diharapkan memimpin ASEAN untuk tidak membuat FTA yang baru," kata Peneliti Senior IGJ, Bonnie Setiawan.

Menurut dia, penandatanganan FTA ini akan membawa masalah besar dalam keseluruhan peta perdagangan ASEAN khususnya bagi Indonesia. Dia juga menilai FTA ASEAN-Australia-Selandia Baru yang mulai dipersiapkan sejak pertemuan di Laos pada 2004 berjalan terburu-buru.

Pengadaan barang pemerintah dan isu persaingan usaha yang sehat yang juga masuk dalam perjanjian perdagangan bebas yang rencananya ditandatangani pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 27 Februari 2009 di Thailand itu akan membuat perusahaan lokal tidak bisa bersaing dengan perusahaan Australia maupun Selandia Baru.

"Kebijakan kompetisi akan memaksa pemerintah membuat kebijakan yang tidak bisa melindungi perusahaan lokal yang lemah," katanya.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009