Pemerintah idealnya dapat menjadikan harga sebagai parameter ketersediaan komoditas pangan di pasar.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengusulkan agar harga komoditas pangan dapat dijadikan sebagai parameter ketersediaan komoditas sehingga bisa juga menentukan perlu atau tidaknya impor pangan.

"Pemerintah idealnya dapat menjadikan harga sebagai parameter ketersediaan komoditas pangan di pasar. Kenaikan harga beberapa komoditas pangan sejak awal tahun lalu seharusnya sudah bisa dijadikan indikator perlunya dilakukan impor, terlebih jelang Ramadhan dan Idul Fitri," kata Felippa di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Peneliti: Omnibus Law bikin RI lebih bisa penuhi pangan via impor

Felippa juga menambahkan perlunya tindakan ini dilakukan dalam waktu dekat sebelum harga komoditas pangan menjadi tinggi dan tidak terjangkau oleh masyarakat.

Ia berpendapat bahwa bertambahnya permintaan komoditas pangan jelang Ramadhan dan Idul Fitri seharusnya sudah bisa diantisipasi sejak lama karena hal ini merupakan siklus tahunan yang sudah bisa diprediksi kemunculannya.

Baca juga: Penuhi kebutuhan Lebaran, Pemerintah buka impor gula 438.802 ton

"Belum lagi menyebarnya Virus Corona juga turut memengaruhi lalu lintas perdagangan internasional. Kedua faktor ini idealnya sudah mampu dijadikan kewaspadaan untuk melakukan impor lebih awal," ucap Felippa.

Ia mengungkapkan bahwa beberapa komoditas pangan, seperti bawang putih dan gula, sudah mengalami kenaikan harga sejak Februari lalu, seperti harga bawang putih yang biasanya berkisar antara Rp27.000-Rp30.000 per kilogram kini Rp 47.000 per kilogram.

Baca juga: Anggota DPR: Kenali potensi pangan daerah guna kurangi impor

"Bawang bombay yang biasanya dijual seharga di kisaran Rp12.500-Rp 17.500 per kilogram kini dijual seharga Rp 120.000-150.000 per kilogram. Bahkan di beberapa tempat, stok komoditas gula dan bawang bombay tidak bisa didapatkan," paparnya.

Untuk itu, ujar dia, pemerintah perlu pula melakukan diversifikasi pasar impor supaya kita tidak tergantung pada suatu negara.

Baca juga: Bawang bombai mahal, Kemendag terbitkan izin impor 2.000 ton


 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020