Jakarta (ANTARA) - Sejumlah berita bidang humaniora menjadi perhatian masyarakat kemarin mulai dari dodol daun kelor buatan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pasundan, Kabupaten Garut yang disebut bisa menekan angka stunting atau kerdil pada anak hingga dua pasien yang sebelumnya positif mengidap COVID-19 dinyatakan sembuh.

Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil mengapresiasi ide dan kreativitas Puskesmas Pasundan di Kampung Tanggul, Kelurahan Margawati, Kabupaten Garut yang berhasil membuat olahan makanan dodol garut daun kelor.

Menurut siaran pers dari Biro Hubungan Masyarakat dan Keprotokolan Sekretariat Daerah Jawa Barat yang diterima di Bandung, Kamis (12/3), daun kelor khas nusantara disebut mampu memenuhi gizi dan ampuh menekan angka stunting pada anak.

Dodol garut daun kelor merupakan produk kerja sama Puskesmas Pasundan dengan beberapa pengusaha dodol garut dan coklat dodol. Selain dodol daun kelor, juga ada produk coklat daun kelor dan baso aci daun kelor.

Berita-berita tentang virus corona dan COVID-19 juga masih menjadi perhatian masyarakat. Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona dan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan jumlah pasien yang dinyatakan positif COVID-19 di Indonesia hingga Jumat (13/3) siang sebanyak 69 orang.

Jumlah tersebut bertambah 35 orang, termasuk dua diantaranya balita berusia tiga tahun dan dua tahun, dari jumlah yang diumumkan sebelumnya pada Rabu (11/3) yang dinyatakan sebanyak 34 orang.

"Data ini berdasarkan hasil tracing yang dilaksanakan dari dua hari lalu," kata Yurianto di Kantor Staf Presiden, Jakarta.

Yurianto mengatakan temuan baru tersebut menggambarkan contact tracing merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan agar bisa dengan cepat mengidentifikasi, menemukan, dan mengisolasi kasus positif COVID-19 sehingga tidak menjadi sumber penyebaran di masyarakat.

Terkait jumlah pasien positif COVID-19 yang terus bertambah, Menteri kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan Indonesia belum perlu melakukan lockdown atau menutup kota atau negara untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut.

"Tidak ada lockdown. Sudah dikasih tahu yang perlu dilakukan adalah preventif, pencegahan, membersihkan lingkungan dalam beribadah. Yang kita lakukan sekarang adalah menjaga imunitas. Kalau panic attack, itu yang paling menghancurkan imunitas kita," katanya.

Terawan mengatakan rasa takut menurunkan imunitas dan itu berbahaya. Negara-negara yang mulai bangkit dari COVID-19 mulai membangun psikologi rakyatnya dengan mendorong optimisme sehingga tingkat imunitas meningkat.

Beberapa negara sudah melakukan lockdown terhadap seluruh wilayah maupun sebagian wilayahnya, antara lain Italia sejak Senin (9/3), Denmark sejak Jumat (13/3), Filipina sejak Kamis (12/3), dan Irlandia sejak Kamis (12/3) hingga Minggu (29/3).

Selain itu, pemerintah China juga melakukan lockdown terhadap Kota Wuhan dan beberapa kota di dekatnya serta Korea Selatan terhadap kota metropolitan Daegu.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo saat mengecek mekanisme pemantauan suhu tubuh di Bandara Sukarno-Hatta, Tangerang, Jumat (13/3), menyatakan akan menghubungi Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus terkait informasi terakhir tentang COVID-19.

"Tiga hari yang lalu saya juga telah bertelepon dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong berbicara soal perbatasan di Batam. Nanti sore saya akan telepon Dirjen WHO untuk mendapat informasi dan menginformasikan apa yang telah kita kerjakan," kata Presiden.

Presiden mengatakan pemerintah juga aktif berkomunikasi dengan masyarakat secara reguler dan terbuka untuk mencegah informasi yang simpang siur tentang virus corona dan COVID-19.

WHO telah menyatakan COVID-19 sebagai pandemi global karena telah menjangkiti 135.168 orang di 119 negara dengan 70.415 orang dinyatakan sembuh dan 4.990 kematian hingga Jumat (13/3).

Namun, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan virus corona dan COVID-19 merupakan pandemi yang dapat dikendalikan dengan melakukan langkah-langkah pengendalian yang cepat dan tepat.

"Ini adalah pandemi yang dapat dikendalikan. Negara-negara yang memutuskan untuk menyerah pada langkah-langkah kesehatan masyarakat yang mendasar dapat berakhir dengan masalah yang lebih besar dan beban yang lebih berat pada sistem kesehatan yang membutuhkan langkah-langkah yang lebih berat untuk dikendalikan," kata Tedros.

Karena itu, WHO mendesak seluruh negara untuk melipatgandakan upaya-upaya dalam penanganan COVID-19 dalam situasi pandemi ini.

Menurut Tedros, menggambarkan situasi sebagai pandemi tidak berarti negara-negara harus menyerah. Gagasan bahwa negara-negara harus beralih dari penahanan ke mitigasi adalah salah dan berbahaya.

"Sebaliknya, kita harus melipatgandakannya," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Jakarta Mohammad Syahril menyatakan dua pasien COVID-19 kasus 1 dan tiga sudah sembuh.

"Pasien 1 setelah dilakukan tes beberapa kali hasilnya negatif. Fisiknya juga baik. Begitu juga dengan pasien 3 sudah negatif dua kali. Fisiknya juga bagus. Sore ini akan dipulangkan," kata Syahril di Jakarta, Jumat (13/3).

RSPI Sulianti Saroso memantau 731 orang dalam pengawasan. Pasien rawat inap yang disolasi sebanyak 40 orang. 

 

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020