Jakarta (ANTARA) - Entah apa maksud adegan "Rama Superman Indonesia" (1974) menunggangi kuda saat melawan musuhnya. Superman yang dalam versi asli DC Comics punya kekuatan dan bisa terbang, di film tersebut malah dikisahkan memilih bantuan kuda untuk mengejar musuhnya.

"Itu aneh banget, ngapain Rama Superman naik kuda lagi berantem, kenapa enggak terbang aja, kan Superman bisa terbang," ujar musisi yang juga penikmat film B Harlan Boer sambil tertawa saat diwawancara ANTARA pada Senin.

Baca juga: Lima film Indonesia yang lebih dulu terkenal di luar negeri

Film B memang unik. Meski adegan-adegannya kerap dinilai nyeleneh, tapi justru itu yang menjadi daya tarik. Keamatiran film-film itu menjadi alasan Harlan mencintai film B.

Era 70-an hingga 80-an memang menjadi gudangnya film-film lo-fi. Harlan tumbuh dan besar dengan menonton film-film tersebut. Genre kesukaannya adalah cerita-cerita pahlawan super. Banyak sekali film pahlawan-pahlawan super Indonesia yang mencontek karakter-karakter pahlawan super komik-komik yang diadaptasi Hollywood.

Meski pada saat itu banyak juga film-film pendekar yang mengadaptasi komik-komik lokal, seperti Si Buta Dari Gua Hantu, Jaka Sembung dan Si Pitung.

"Sensasi picisan dari film-film itulah yang bikin berbeda. Gue menemukan keotentikan dari film-film itu. Kalau dulu menonton film-film kayak gitu sih masyarakat juga enggak kenal dengan istilah film B. Gue juga ya mikirnya film pasti begitu," kata dia.

Baca juga: Jalan panjang untuk film animasi Indonesia

Kesan yang cukup melekat tentang film B ini pun terus tertancap di benak Harlan. Hingga kini Harlan juga kerap mencari dengan estetika serupa film B. Salah satu paling anyar yang dia tonton "Kurung Manuk" karya Sigit Pradityo dalam format DVD.

Tapi Harlan tak sendiri, banyak penyuka film-film jenis ini berkumpul untuk menggelar nonton bareng.

Kolektif independen Wastedrockers misalnya, lewat gelaran rutin "Layar Tancep Indie", mereka kerap memutar sejumlah film kelas B baik lokal mau pun internasional. Sejak diadakan pertama kali pada 2015, "Layar Tancep Indie" sudah memasuki gelaran ke-23 pada November 2019 lalu.

Dede, salah satu inisiator Wastedrockers, beberapa waktu yang lalu mengatakan film B punya cara sendiri untuk dinikmati. Biasanya penikmat film B menyukai hal-hal berbau low art (seni rendah yang menyenangkan secara estetika namun tidak diproduksi dengan baik karena ditujukan untuk diproduksi banyak dan cepat).

Selain itu penikmat film B juga disebut gemar menggemari kitsch, objek yang miskin cita rasa dan juga miskin kualitas ​​​​​.

Film-film arus utama era 70-an & 80-an yang memiliki estetika rendah menjadi nilai keindahan baru bagi penikmatnya.

Dia berpendapat cara terbaik untuk menikmati film-film tersebut adalah dengan nonton bareng. Alasannya sederhana: "Film B lebih seru kalau ditertawakan bersama".

Sebetulnya film B bukan hal baru...

Baca juga: Nadiem ajak para sineas semakin kreatif dan inovatif

Baca juga: Profesi aktor suara diprediksi akan semakin dibutuhkan

Baca juga: Film remaja ala Fajar Bustomi

 

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020