Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan tidak mengetahui keberadaan delapan obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Kalau sekarang tidak tahu keberadaannya, statusnya bukan tersangka tetapi pihak yang berutang kepada negara," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendy di Jakarta, Rabu.

Kedelapan obligor tersebut, yakni, Agus Anwar (Bank Pelita), I Made Sudiarta dan I Gde Darmawan (Bank Aken), Dewanto Kurniawan, Royanto Kurniawan, Leo Palasasi dan Rasyim Wiraatmadja (Bank Deka).

Anton Tantular dan Hindarto Tantular (Bank Central Dagang), Andri Tedjadarma, Prasetyo Utomo, dan Paul Banuara Silalahi (Bank Centris), Kwan Benny Ahadi (Bank Orien), serta Kaharudin Ongko (Bank Arya Panduarta).

Jampidsus menyatakan penyelesaian tagihan delapan obligor tersebut melalui  luar pengadilan (out of court settlement).

Ia menyatakan kedelapan obligor tersebut, sudah diserahkan kepada menteri keuangan (menkeu).

"Delapan obligor tersebut, sudah diserahkan ke menkeu," katanya.

Seperti diketahui, pemerintah pada 2008 mengeluarkan kebijakan penyelesaian di luar pengadilan (out of court settlement) untuk obligor bermasalah itu.

Padahal kedelapan obligor itu, pada Desember 2007 sudah diberi ultimatum untuk segera menyelesaikan utangnya itu, bahkan kejaksaan mengancam akan membawa kasus itu menjadi kasus pidana melalui persidangan in absentia.

Kedelapan obligor tersebut, sudah menandatangani Akta Pengakuan Utang (APU) dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih kasus BLBI karena "legitimasi" Kejaksaan Agung (Kejagung) rendah setelah kasus Jaksa Urip Tri Gunawan.

"Kasus BLBI itu, harus diusut tuntas oleh KPK bukannya oleh kejaksaan," kata peneliti ICW, Febri Diansyah.

Febri Diansyah, menyatakan kebijakan pemerintah dengan penyelesaian di luar pengadilan, harus dipertanyakan juga hingga KPK harus mengungkap tuntas kasus itu.

"Penyelesaian di luar pengadilan itu, `omong kosong`, buktinya muncul kasus Jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima suap akibat kebijakan penyelesaian di luar pengadilan," katanya.

Karena itu, kata dia, saat ini menjadi momentum bagi KPK untuk mengungkap kembali kasus BLBI dengan melihat fakta di persidangan Jaksa Urip Tri Gunawan.

"Bahkan keluarnya penghentian penyidikan (SP3) obligor BLBI, Syamsul Nursalim, oleh kejaksaan, dikatakan cacat karena adanya suap Jaksa Urip Tri Gunawan," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009