Yogyakarta (ANTARA News) - Perhimpunan Pelestarian dan Pengembangan Budaya Jawa "Panunggalan" melalui Lembaga Javanologi Yogyakarta akan mengadakan ruwatan bersama ke-19 tahun 2009 yang dijadwalkan berlangsung di Pendopo Agung Tamansiswa Yogyakarta, 12 Juli.

Ketua Panitia Pelaksana, E Suharjendra di Yogyakarta, Rabu, mengatakan upacara adat ruwatan bersama itu merupakan upaya melestarikan tradisi dan budaya masyarakat Jawa yang dikhawatirkan akan punah jika tidak dilestarikan.

Ruwatan yang merupakan tradisi membuang sial itu akan diisi pergelaran wayang kulit dengan lakon "murwakala" bersama dalang Ki Lurah Suko Cermosubronto (abdi dalem dhalang Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat).

"Kegiatan tradisi ruwatan ini terbuka dan bisa diikuti masyarakat baik di Yogyakarta maupun luar kota," katanya.

Menurut Suharjendra, penyelenggaraan ruwatan bersama ini bertujuan untuk membantu meringankan beban biaya yang ditanggung masyarakat jika mereka menyelenggarakan sendiri.

Biaya yang dipikul secara gotong -royong untuk satu orang "sukerto" (yang buruk, membawa sial -red.) yang akan diruwat sebesar Rp650 ribu, namun perlu biaya tambahan untuk meruwat lebih dari satu orang "sukerto" masing-masing dibebani Rp250 ribu.

Ia mengatakan, ada 28 jenis "sukerto" yang diruwat antara lain anak tunggal laki-laki atau perempuan, dua bersaudara kembar laki-laki semua atau perempuan semua, dua bersaudara perempuan semua, dua bersaudara laki-laki dan perempuan dan sebagainya.

Selain ke-28 jenis "sukerto" itu, mereka yang akan diruwat adalah orang yang lalai dalam mengerjakan sesuatu seperti orang menanak nasi merobohkan dandang, menumbuk bahan jamu mematahkan alatnya, membangun rumah sudah memasang genteng tetapi lupa memasang tutup keong, memotong bambu tanpa ruas tidak dipecah dan lainnya.

"Biaya yang dibayarkan itu untuk keperluan sesaji, upacara potong rambut, kidungan, siraman, mori (kopohan), handuk, bunga tabur, konsumsi, PPPK dan piagam. Batas pendaftaran peserta sampai 4 Juli," katanya.

Menurut dia, ruwatan merupakan upacara adat Jawa yang bertujuan membebaskan seseorang atau komunitas maupun suatu wilayah dari ancaman bahaya.

"Namun sebenarnya inti upacara ruwatan adalah berdoa memohon perlindungan Tuhan dari segala bentuk malapetaka dan mohon ampun dari dosa-dosa yang menyebabkan terjadinya bencana.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009