Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi dua saksi yang diperiksa pada Rabu perihal pembelian aset-aset milik tersangka eks Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012 Hadinoto Soedigno (HS).

Dua saksi, yakni Irfan Mediawan seorang notaris dan Sri Endang Nurliana dari unsur swasta. Keduanya diperiksa untuk tersangka Hadinoto dalam penyidikan kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.

"Saksi Sri Endang Nurliana (swasta) dan Irfan Mediawan (notaris) diperiksa untuk tersangka HS, penyidik mengonfirmasi adanya pembelian aset-aset milik tersangka HS," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Baca juga: KPK panggil enam saksi kasus suap eks pejabat Garuda Hadinoto Soedigno

KPK juga memanggil empat saksi lainnya untuk tersangka Hadinoto, namun keempatnya tidak memenuhi panggilan penyidik. Untuk saksi pensiunan pegawai PT Garuda Indonesia Captain Agus Wahjudo, pemeriksaan akan dijadwalkan ulang.

Sedangkan tiga saksi belum diperoleh informasi ketidakhadirannya, yaitu dua staf PT Almaron Perkasa masing-masing Heni Febrian dan Chatarina Niken Saraswati dan Rullianto Hadinoto dari unsur swasta yang juga anak dari tersangka Hadinoto.

Selain Hadinoto, KPK sebelumnya juga telah menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan mantan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo sebagai tersangka.

Baca juga: KPK konfirmasi saksi terkait aset milik eks pejabat Garuda Indonesia

Dalam penyidikan kasus itu, KPK telah mengidentifikasi total suap yang mengalir kepada para tersangka maupun sejumlah pihak mencapai sekitar Rp100 miliar.

Untuk diketahui, KPK sebelumnya telah terlebih dahulu menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka kasus suap pengadaan pesawat pada 16 Januari 2017.

Keduanya kemudian kembali ditetapkan sebagai tersangka TPPU pada 7 Agustus 2019 hasil pengembangan dari kasus suap sebelumnya.

Sedangkan Hadi ditetapkan sebagai tersangka baru kasus suap pengadaan pesawat tersebut juga pada 7 Agustus 2019.

Baca juga: KPK panggil tiga saksi kasus suap pengadaan pesawat Garuda Indonesia

Untuk Emirsyah dan Soetikno, saat ini keduanya sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Emirsyah selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014 didakwa bersama-sama dengan Hadinoto dan Captain Agus menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp5,859 miliar, 884.200 dolar AS, 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dolar Singapura.

Suap itu diterima dari Airbus SAS, Rolll-Royce Plc, dan Avions de Transport Regional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte. Ltd. dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa miliki Soetikno serta Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd. Hong Kong dan Summberville Pacific Inc.

Baca juga: KPK panggil dua mantan pejabat PT Garuda Indonesia

Suap tersebut diberikan karena Emirsyah telah mengintervensi pengadaan di Garuda Indonesia, yaitu pengadaan pesawat Airbus A330 series, pesawat Airbus A320, pesawat ATR 72 seri 600, dan Canadian Regional Jet (CRJ) CRJ 1000 NG serta pembelian dan perawatan mesin Roll-Royc Trent 700.

Selain didakwa menerima suap, Emirsyah juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang totalnya mencapai sekitar Rp87.464.189.911,16.

Soetikno didakwa menjadi pihak yang menyuap Emirsyah hingga mencapai Rp46,3 miliar yang berasal dari Airbus dan Rolls-Royce.

Soetikno adalah penasihat bisnis Airbus dan Rolls-Royce.

Soetikno juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menitipkan dana sejumlah 1,458 juta dolar AS (sekitar Rp20.324.493.788), melunasi utang kredit di UOB Indonesia senilai 841.919 dolar AS (sekitar Rp11.733.404.143,50) dan apartemen di Melbourne senilai 805.984,56 dolar Australia (sekitar Rp7.852.260.262,77) dan satu unit apartemen di Singapura senilai 2.931.763 dolar Singapura (sekitar Rp30.277.820.114,29).

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020