Butuh bantuan dan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah agar kami (pengusaha) tidak gulung tikar
Jakarta (ANTARA) - Untuk mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagaimana yang disuarakan para buruh dan pekerja saat Hari Buruh, Ikatan Konsultan Nasional Indonesia (Inkindo) mengusulkan keringanan pajak kepada perusahaan selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Bisa berikan stimulus berupa PPh 21, 23, dan 25 agar perusahaan tidak megap-megap," kata Ketua Dewan Pengurus Nasional Inkindo, Peter Frans dalam keterangannya, Jumat.

Menurut Peter, selama ini yang diberikan pemerintah lebih ditujukan kepada perorangan atau warga terdampak wabah COVID-19, namun belum menyentuh perusahaan terdampak untuk mencegah PHK.

Sedangkan Ketua Badan Anggaran DPR-RI, MH Sahid Abdullah dalam keterangan, Jumat, juga mengatakan untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi akibat wabah COVID-19, pemerintah harus segera mengambil langkah penanganan.

"Butuh biaya besar memang, maka butuh skenario penganggaran," ujar Sahid.

Menurut dia, ada  dua hal yang harus diperhatikan selama wabah COVID-19 masih belum mereda yang pertama kemampuan debitur membayar kredit, sedangkan kedua kebutuhan pembiayaan APBN.

Solusinya perlu kebijakan agar perbankan memiliki kecukupan likuiditas diantaranya dengan membeli surat berharga negara / surat berharga syariah negara (SBN SBSN) yang ada di perbankan

Kemudian perbankan juga diberikan kemudahan untuk mendapatkan pinjaman likuiditas jangka pendek dari Bank Indonesia, ujar Sahid.

Baca juga: Dampak COVID, 1.163 pekerja di Lebak-Banten dirumahkan

Sedangkan di sisi lain, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Jakarta Raya (HIPMI JAYA), Afifuddin Suhaeli (Afie) Kalla mengatakan untuk melindungi pekerja dan  buruh di tengah wabah COVID-19 yang belum jelas kapan akan mereda maka pemerintah perlu memberikan bantuan dan perlindungan terutama bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

"Butuh bantuan dan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah agar kami (pengusaha) tidak gulung tikar," kata Afie Kalla dalam keterangannya.

Dia mengungkapkan, sebagian besar anggotanya yang merupakan kalangan milenial dan rumahan tengah mengalami kesulitan karena penjualan (omzet) berkurang sampai dengan 70 persen terutama di Jakarta dan Bali.

Masalah terbesar bagi para UKM ini adalah momentum Ramadhan dan Lebaran, yang di mana ini merupakan momen mendulang pendapatan besar bagi sebagian besar pengusaha muda, jelas dia.

Baca juga: Dampak COVID-19 sebanyak 1.488 pekerja di Yogyakarta dirumahkan

Lebih lanjut Diatce G Harahap, selaku Ketua Bidang 8 UKM & Start-Up HIPMI JAYA dan CEO Titik Temu Coffee berharap pemerintah pusat dan daerah bisa memberikan kebijakan langsung yang akan berdampak positif kepada UKM.

Adapun usulan dari  UMKM yang tergabung di HIPMI JAYA adalah tersedianya pinjaman darurat, libur/ keringanan pajak (PB1 dan PPh 21) termasuk sektor manufaktur.

"Bantuan ini akan meringankan untuk menekan biaya operasional bulanan seperti iuran gas, air, dan listrik yang harus tetap dibayar," ujar dia.

Afie Kalla berharap pemerintah daerah (Pemprov DKI Jakarta) dapat melibatkan anggotanya ke dalam kegiatan-kegiatan yang dapat membantu mengatasi penyebaran COVID-19.

"Kami siap untuk berkerja sama dengan Pemprov DKI agar karyawan UMKM tetap mendapat THR dan gaji," ujar Afie.

Baca juga: PHK massal akibat krisis corona bisa 25 juta orang di seluruh dunia

Baca juga: Presiden fokus 6 hal mitigasi dampak COVID-19 bagi tenaga kerja


 

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2020