Jakarta (ANTARA News) - Pengamat kelautan dan lingkungan hidup Universitas Hasanuddin, Makasar, Jamaluddin Jompa mengatakan, praktek moderenisasi mengikis budaya lokal tentang pengetahuan kemaritiman dan kelautan.

"Budaya konsumtif telah membuat anak-anak muda, terutama nelayan, menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan materi saja," kata Jamaluddin, pada diskusi mengenai kelautan di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, banyak nelayan sekarang yang menggunakan jalan pintas seperti penggunaan bom untuk menangkap ikan, yang justru menjadi penyebab kerusakan lingkungan laut.

Jamaluddin mengatakan, hal tersebut dikarenakan masyarakat yang tinggal di pesisir maupun di pulau-pulau kecil secara mudah dapat memperoleh informasi dari televisi.

"Mereka menerima begitu saja informasi mengenai pakaian, mode dan gaya hidup di kota besar, dan mereka menggunakan hal tersebut sebagai acuan untuk meningkatkan sumber penghasilan mereka," kata dia.

Ia menambahkan, sekarang ini parabola sebagai penangkap siaran televisi sudah banyak dimiliki warga di pesisir dan pulau-pulau terpencil.

Siaran-siaran televisi banyak menawarkan materi yang mengacu pada kehidupan moderen di kota terutama di pulau Jawa, kata dia.

Hal tersebut, kata dia, membuat anak-anak muda tidak lagi menghargai budaya lokal dan menjaga keseimbangan ekosistem kelautan.

Sementara itu, peneliti antropologi mengenai praktek penangkapan ikan secara destruktif, Muhammad Chozin, mengatakan, sudah terbentuk jaringan "mafia" dalam kehidupan nelayan tradisional.

Dalam penelitiaannya, ia mengungkap kehidupan "mafia" nelayan pengebom ikan, mulai dari sistem sosial, ekonomi, budaya, dan bahkan jaringan pengiriman alat-alat bomnya.

Ia mengatakan, bom yang digunakan para nelayan berasal dari luar Indonesia seperti India, Malaysia, dan Bangladesh.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009