Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan persoalan salah ketik Undang-Undang (UU) dapat dijadikan delik pidana apabila ditemukan unsur mens rea untuk membuat bias suatu naskah perundang-undangan tersebut.

"Apakah salah ketik ini ada unsur mens rea-nya atau tidak? Kalau ada unsur mens rea-nya, tujuan dalam hal membuat itu menjadi bias, membuat itu menjadi tidak terarah dan tidak transparan, maka niat mens rea-nya itu dapat dijadikan delik dalam dugaan suatu unsur tindak pidana," ujar Azis saat menjadi narasumber dalam Bimtek Online Proses dan Bimbingan Penyusunan Undang-Undang (Legislative Drafting) Bagi Profesional dan Dosen, Senin, 18 Mei 2020.

Baca juga: DPR tetapkan aturan bagi-bagi sembako saat reses selama COVID-19

Azis mengatakan sikap batin (mens rea) ini yang menjadi unsur penting untuk menentukan pertanggungjawaban dari si pelaku pengubah naskah UU.

Sebab, dalam setiap pembahasan dan pembuatan Undang-Undang itu, ada yang disebut catatan pikiran (mindes nota), notulensi, dan ada pula rekaman yang bisa dilihat kembali apabila suatu waktu dibutuhkan.

"Batuknya orang, bersinnya orang, itu ada rekaman. Jadi salah ketiknya itu apakah disengaja, atau berdasarkan normatif, atau karena kekhilafan (human error) si pengetik itu? Nah, itu harus dilihat," ujar Azis.

Ia menambahkan, kalau misalnya catatan dari notulis mindes nota sudah benar, sehingga salah ketik itu kemudian diduga karena human error dari si pengetik naskah, dugaan itu pun masih bisa dicek lagi menggunakan rekaman.

"Apakah pada saat itu dia kurang tidur, apakah pada saat itu dia mimpinya lagi enggak benar sehingga ngetiknya enggak benar, tapi pengecekannya bisa dilakukan dilihat dari rekaman," kata Azis.

Namun, Azis mengatakan sepanjang pengetik naskah UU tersebut tidak melakukan pembiasan penafsiran dari UU itu, maka pengecekan kesalahan dapat dilihat saja dari notulensi dan mindes nota pada saat pembahasan dan pembuatan UU.

Sebelumnya, Azis ditanya oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Fadly Ikhsan perihal salah ketik naskah UU KPK baru yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan menandatanganinya. Pihak Istana kemudian mengembalikan UU KPK itu ke DPR untuk direvisi.

"Apakah itu bisa dimaafkan pak Azis? Kalau salah ketik seperti itu, saya kok khawatir akan menjadi modus pemaaf kita gara-gara 'oh salah ketik, tenang saja besok diperbaiki', dan lain-lain," ujar Ikhsan.

Ikhsan kemudian menanyakan apakah Pimpinan DPR itu tidak membuat suatu mekanisme supaya kalau terjadi lagi salah ketik, masyarakat bisa melihat sistematika persoalan secara baik.

Baca juga: Komunitas Perahu Pustaka terima donasi buku dari anggota DPR RI
Baca juga: Cemarkan nama Azis Syamsuddin eks Bupati Lamteng akan dilaporkan

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020