Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Yayasan Komunitas Cendekiawan Hukum Indonesia (YKCHI) Otty HC Ubayani mengatakan notaris memerlukan dukungan regulasi dari pemerintah untuk melaksanakan profesinya pada era normal baru.

"Memasuki era normal baru menjadi tantangan tersendiri bagi para notaris. Selain perlu adaptasi, dukungan regulasi dari pemerintah juga sangat dibutuhkan," katanya melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.

Otty yang juga Ketua Umum Ikatan Alumni Kenotariatan (Ikanot) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu menyampaikan bahwa pekerjaan notaris banyak menggunakan teknologi menghadapi pandemi COVID-19.

Baca juga: Persatuan Jaksa Indonesia gugat UU Jabatan Notaris ke MK

Untuk itu, kata dia, dibutuhkan payung hukum yang bisa melindungi notaris dalam menjalankan profesinya di tengah pandemi, apalagi nanti ketika memasuki normal baru.

"Jika tidak ada aturan jelas, dikhawatirkan notaris bisa terjerat kasus hukum. Padahal, sebagai pejabat umum, notaris haruslah dilindungi oleh aturan hukum," ujarnya.

Ia mengharapkan perhatian pemerintah terhadap profesi notaris karena selama ini telah banyak memberikan sumbangsih, baik pembuatan akta maupun pajak.

"Kami berharap pemerintah bisa memberi perhatian kepada pekerjaan notaris yang selama ini telah mendukung baik dalam pembuatan akta maupun mendorong pemasukan pajak," kata Otty.

Baca juga: KPPU berharap notaris bantu tekan persekongkolan tender

Sebelumnya, YKCHI dan Ikanot Undip juga menggelar diskusi virtual menggagas kepastian hukum bagi notaris pada era normal baru dengan judul "Menghindari Jerat Hukum Dalam Keadaan 'The New Normal'", di Jakarta, Jumat (29/5).

Diskusi itu menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Prof Gayus Lumbuun yang menyampaikan bahwa salah satu bentuk penyesuaian yang signifikan dalam praktek pelayanan jasa notaris adalah pengakuan pengurusan dokumen secara elektronik.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Penyesuaian lain yang perlu dilakukan pada era normal baru, kata dia, adalah suatu kegiatan yang tidak harus hadir secara fisik.

Baca juga: PPINI : ada disparitas tinggi diantara sdm notaris

"Kemajuan teknologi memungkinkan pengurusan dokumen tidak harus menghadap secara fisik kepada notaris. Walaupun berjarak jauh, namun dapat dijamin keaslian orangnya atau merupakan suatu keadaan yang nyata atau virtual," kata Gayus.

Narasumber lain, Udin Narsudin selaku praktisi notaris/PPAT menguraikan aplikasi "cyber notary" pada era digital, yakni memanfaatkan kemajuan teknologi bagi para notaris dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, seperti digitalisasi dokumen, penandatanganan akta secara elektronik, pelaksanaan rapat umum pemegang saham (RUPS) secara teleconference.

"Pada dasarnya, konsep 'cyber notary' tersebut sudah pernah diperkenalkan pada tahun 1995. Namun, berhubung belum adanya fasilitasi berupa UU yang mengatur mengenai 'cyber notary' maka menjadi hanya sebatas konsep saja sehingga dalam konteks era digital 4.0 sekarang ini masih belum tersambung," katanya.

Baca juga: Menkumham ingatkan notaris soal akta ganda ormas

Namun, kata dia, pada prinsipnya konsep "cyber notary" ditujukan untuk mempermudah transaksi antara para pihak yang tinggalnya berjauhan sehingga jarak bukan menjadi masalah lagi.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Alumni Undip Maryono mengharapkan diskusi tersebut bisa melahirkan kajian dan rekomendasi penting untuk disampaikan kepada pemerintah dan DPR.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020