Hong Kong (ANTARA) - Pemimpin Hong Kong Carrie Lam memperingatkan bahwa kota tersebut tidak mampu mengalami "kekacauan" lebih lanjut, saat menandai peringatan pertama kemunculan unjuk rasa massa prodemokrasi yang terus bergulir.

"Kita semua melihat kesulitan yang telah kita lalui dalam satu tahun terakhir, dan karena situasi serius seperti itu, kita memiliki lebih banyak masalah yang harus dihadapi," kata Lam dalam konferensi pers mingguannya, yang bertepatan dengan peringatan tersebut, Selasa.

Setahun yang lalu, lebih dari satu juta orang membanjiri jalan-jalan Hong Kong untuk memprotes rancangan undang-undang oleh pemerintah Lam. RUU itu akan memungkinkan warga Hong Kong diekstradisi dan diadili di China daratan, tempat pengadilan dikendalikan oleh Partai Komunis.

Lam kemudian menarik RUU tersebut , yang sudah telanjur menimbulkan kekhawatiran luas bahwa pemerintah pusat di Beijing mencekik kebebasan di pusat keuangan global itu. RUU juga mendorong unjuk rasa antipemerintah selama berbulan-bulan.

"Kita perlu belajar dari kesalahan, saya berharap semua anggota parlemen dapat belajar dari kesalahan---bahwa Hong Kong tidak bisa menahan kekacauan seperti itu," ujar Lam.

Setelah jeda unjuk rasa selama pandemi virus corona, para demonstran telah kembali ke jalan dalam beberapa pekan terakhir dan diperkirakan lebih banyak aksi unjuk rasa akan terjadi.

Para aktivis telah menyerukan agar orang-orang berkumpul pada waktu makan siang dan kemudian pada Kamis mendatang (11/6) untuk memperingati unjuk rasa massa tahun lalu.

Mereka juga telah mengumumkan rencana untuk mengadakan referendum pada Minggu (14/6) tentang apakah akan melakukan pemogokan di seluruh kota terhadap undang-undang keamanan nasional yang diusulkan bulan lalu.

Undang-undang itu, yang ditekankan pihak berwenang akan fokus pada "para pembuat onar" yang mengancam keamanan nasional, telah meningkatkan ketegangan. Lam memperingatkan rencana aktivis untuk mengadakan referendum pemogokan.

"Selama setahun terakhir, warga Hong Kong dan dunia telah menjadi saksi atas situasi yang memburuk di Hong Kong, dengan Beijing memperketat cengkeramannya atas kebebasan kota," kata aktivis demokrasi Joshua Wong di Twitter.

Pada Senin (8/6), seorang pejabat China menyarankan bahwa tingkat otonomi yang dimiliki Hong Kong ketika perjanjian pascakolonial mengenai statusnya habis pada 2047, dapat bergantung pada bagaimana kota itu bertindak sampai saat itu.

Sumber: Reuters

Baca juga: Jepang amati situasi Hong Kong dengan keprihatinan mendalam

Baca juga: Mayoritas perusahaan AS di Hong Kong khawatirkan UU keamanan

Baca juga: Pemerintah Trump mulai lucuti hak istimewa Hong Kong


 

Pemerintah siap beri bantuan jurnalis Yuli korban deportasi di Hong Kong

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020