Kami mendorong AS untuk mengoreksi kesalahannya, mencabut keputusan itu, dan berhenti ikut campur dalam urusan dalam negeri China
Washington (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo pada Jumat (26/6) mengatakan Washington akan membatasi pemberian visa untuk pejabat Pemerintah China yang bertanggung jawab mengurangi kebebasan di Hong Kong.

Namun, ia tidak menyebut nama-nama pejabat tersebut.

Keputusan itu dibuat jelang pertemuan selama tiga hari yang akan dihadiri oleh anggota parlemen China, mulai Minggu (28/6) guna membahas pemberlakuan undang-undang keamanan baru di Hong Kong. Beleid baru itu menuai kritik dari pemerintah asing dan pegiat demokrasi.

Pembatasan visa AS akan berlaku untuk pejabat aktif dan mantan petinggi Partai Komunis China yang "diyakini bertanggung jawab, atau terlibat, melemahkan otonomi tingkat tinggi di Hong Kong," kata Pompeo tanpa menyebutkan nama.

Presiden AS Donald Trump pada bulan lalu mengatakan ia akan menghilangkan perlakuan khusus terhadap Hong Kong yang memungkinkan kota itu menjadi salah satu pusat keuangan dunia sejak Inggris menyerahkan wilayah itu ke China pada 1997. Langkah itu merupakan respon Trump terhadap pengesahan UU Keamanan Nasional di Hong Kong.

Pengumuman Pompeo itu menunjukkan langkah konkret AS menanggapi kebijakan China. Namun, Bonnie Glaser, seorang pengamat Asia untuk lembaga think tank, Center for Strategic and International Studies (CSIC) Washington, mengatakan pembatasan visa hanya langkah simbolik AS dan tidak ada nama-nama khusus yang disebutkan membuat keputusan itu kurang berdampak.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS mengatakan pembatasan itu berlaku untuk keluarga mereka yang masuk dalam daftar. Seorang kolumnis di Bloomberg mengutip keterangan seorang pejabat yang mengatakan jumlah petinggi partai dan pejabat China yang kena pembatasan tidak lebih dari 10 orang.

Sementara itu, juru bicara Kedutaan Besar China di AS, Fang Hong, mengatakan pihaknya "menentang keputusan AS yang keliru." Ia menambahkan UU itu hanya menargetkan "sekelompok orang yang diyakini membahayakan keamanan nasional".

"Kami mendorong AS untuk mengoreksi kesalahannya, mencabut keputusan itu, dan berhenti ikut campur dalam urusan dalam negeri China," kata dia.

Nilai sejumlah saham utama di Wall Street turun, Jumat, setelah Wall Street Journal menerbitkan artikel yang menyebut AS "ikut campur" dalam sejumlah isu, di antaranya terkait Hong Kong dan Taiwan. Langkah AS itu diyakini dapat membahayakan kesepakatan dagang tahap satu yang telah disepakati kedua pihak pada Januari.

Keputusan itu membuat para penanam modal khawatir, apalagi saat ini adanya pertumbuhan kasus COVID-19 di AS.

Pernyataan Pompeo itu disampaikan di tengah maraknya kampanye anti Beijing, mengingat Trump berniat mencalonkan diri kembali pada pemilihan presiden November 2020. Jajak pendapat menunjukkan banyak pemilih tidak menyukai China, salah satunya karena negara itu jadi pusat penyebaran COVID-19.

"Presiden Trump berjanji akan menghukum petinggi Partai Komunis China yang bertanggung jawab melemahkan kebebasan di Hong Kong. Hari ini, kami melakukannya," kata Pompeo.

Menteri Luar Negeri S itu menuduh China menekan otoritas di Hong Kong untuk menangkap aktivis pro-demokrasi serta menyingkirkan kandidat yang ingin ikut pemilihan umum. Ia menambahkan: "AS akan terus meninjau kewenangannya untuk menanggapi situasi tersebut".

Pompeo pada minggu lalu mengatakan Washington akan memperlakukan Hong Kong sebagai salah satu kota di China. AS akan berhenti menganggap Hong Kong sebagai kota yang otonom. Ia menyebutkan pemilihan umum di Hong Kong yang akan berlangsung pada September akan menunjukkan niat China terhadap masa depan kota semi-otonom itu.

Senat AS pada Kamis (25/6) mengesahkan undang-undang yang akan menjatuhkan sanksi terhadap individu dan perusahaan pendukung pembatasan otonomi Hong Kong. Sanksi itu juga menyasar bank yang punya hubungan bisnis dengan siapapun pendukung pembatasan otonomi di Hong Kong.

Juru bicara otoritas di Hong Kong menyebut undang-undang itu tidak dapat diterima, demikian laporan kantor berita milik pemerintah, Xinhua.

Sumber: Reuters

Baca juga: Aktivis Hong Kong yakin akan jadi "target utama" UU keamanan baru

Baca juga: Hukum China atas Hong Kong, Senat AS dukung UU

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020