Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengatakan satu orang pejabat Otoritas Jaksa Keuangan (OJK) berinisial FH menjadi tersangka karena lemah dalam melakukan pengawasan pada penyelenggaraan keuangan Asuransi Jiwasraya.

"Perkara Asuransi Jiwasraya ini, jika seandainya pengawasan itu berjalan dengan benar, (kasus) ini tidak akan sebesar ini terjadinya," kata Burhanuddin dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Senin.

Baca juga: Jaksa Agung: Nasabah 13 manajer investasi terkait Jiwasraya tak cemas

Burhanuddin mengatakan peran tersangka yang menjabat Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2017-2022 itu adalah penyebab terjadinya kelemahan dalam pengawasan penyelenggaraan keuangan Asuransi Jiwasraya tersebut.

"Sudah kami pastikan, kami tentukan satu orang dari OJK. Dan kami sudah tetapkan menjadi tersangka," kata Burhanuddin.

Sebelumnya, menurut informasi yang dihimpun ANTARA, pada periode 2014-2018 lalu, Asuransi Jiwasraya mempercayakan untuk berinvestasi saham dan reksadana untuk dikelola oleh 13 manager investasi (MI).

Nilai investasi reksadana dan harga pembelian menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencapai Rp 12,7 triliun. Namun, ada dugaan bahwa 13 MI itu menerbitkan harga saham-saham investasi yang sudah dinaikkan (mark up) secara signifikan oleh tersangka Jiwasraya lainnya yaitu HH dan BT antara lain saham IIKP, PPRO, SMBR, TRAM, SMRU, MYRX, ARMY, BTEK, LCGP, RIMO, POOL, SUGI, BJBR.

Baca juga: Ketua OJK dukung upaya penegakan hukum terkait kasus Jiwasraya

Sementara posisi pejabat OJK, FH, yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A, disangka mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham IIKP yang harga sahamnya sudah dinaikkan oleh grup tersangka HH yang ikut dijadikan portofolio reksadana 13 MI yang penyertaan modal terbesar adalah Jiwasraya.

Hal itu karena menurut Kejaksaan Agung, FH sudah mendapat laporan dari Direktorat Pengawasan Transaksi Efek (DPTE) mengenai penyimpangan transaksi saham tersebut adalah tindak pidana pasar modal sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Perdagangan Modal.

Selain itu, Direktorat Pengelolaan Investasi (DPIV) yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap pengelolaan investasi khusus Reksadana, sudah menemukan pengelolaan investasi khusus reksadana dari saham IIKP yang harganya sudah dinaikkan oleh grup tersangka HH menjadi portofolio produk reksadana yang dikelola oleh 13 MI milik Jiwasraya.

Namun, berdasarkan fakta yang ditemukan oleh DPTE dan DPIV, FH tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana tersebut.

Akibat dari perbuatan FH, produk reksadana pada 2016 itu menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi Jiwasraya pada 2018 hingga mencapai sebesar Rp 16,8 triliun.

Baca juga: Kejagung tetapkan 13 perusahaan tersangka kasus Jiwasraya

Baca juga: OJK: 13 manajer investasi tersangka kasus Jiwasraya masih beroperasi

Baca juga: BEI minta investor tak khawatirkan 13 manajer investasi jadi tersangka


 

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020