Jakarta (ANTARA) - Saat ini, Robot Kolaboratif (collaborative robot/cobot) menjadi pusat perhatian dalam modernisasi industri dan pabrik.

Di Indonesia, produsen mulai tertarik pada sistem otomatisasi ini. Pabrik-pabrik berencana memanfaatkan potensi industri Indonesia melalui adopsi teknologi otomatisasi.

Saat teknologi robot dan otomatisasi meningkat, munculah mitos-mitos dan kesalahpahaman, seperti kemungkinan teknologi tersebut akan menggusur manusia dan memperburuk resiko kerja di pabrik.

Berikut beberapa mitos tentang cobot menurut Darrell Adams, Head of Southeast Asia & Oceania, Universal Robots dalam siaran pers, Senin.

Baca juga: Robot telepresensi dapat kurangi ribuan ton emisi CO2

Baca juga: "B", proyek film fiksi ilmiah yang diperankan robot


1. Cobot gusur pekerjaan manusia?

Data Statistik Indonesia (BPS) mengungkapkan, tingkat partisipasi angkatan kerja untuk pria dan wanita masing-masing tercatat sebesar 82,68 persen dan 51,88 persen.

Dengan tingkat partisipasi angkatan kerja yang rendah dan konstan bagi kaum perempuan di Indonesia, para perempuan khawatir kalau pekerjaan mereka akan digantikan oleh robot.

Menurut OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), hanya 14 persen pekerjaan yang dapat sepenuhnya menerapkan otomatisasi.

Studi Forum Ekonomi Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2022, robot akan menciptakan lebih dari 133 juta lapangan pekerjaan secara global.

Namun bagaimanapun, tetap tidak akan ada mesin yang bisa menggantikan ketangkasan, pemikiran kritis, pengambilan keputusan, dan kreativitas manusia.

Ketika Indonesia tengah bergerak menuju otomatisasi, produksi pun akan meningkat, dan lebih banyak lapangan pekerjaan bisa diciptakan. Maka, pria maupun wanita Indonesia tidak perlu khawatir kalau robot akan menggusur pekerjaan manusia.

2. Otomatisasi robot untuk operasi skala besar yang kompleks
Robot Kolaboratif (collaborative robot/cobot) (ANTARA/HO)


Saat orang berpikir tentang robot, di dalam pikiran mereka seringkali terbayang akan mesin besar, memproses perakitan dan pengolahan kayu misalnya, yang mengantre untuk diolah oleh mesin otomatis.

Kenyataannya, dengan cobot, perusahaan dapat menggunakannya untuk tugas yang paling sederhana sekalipun. Terlepas dari skala outputnya, cobot dapat digunakan untuk proses yang berulang-ulang, manual, atau berpotensi berat bagi pekerja-pekerja manusia, seperti memilih dan menempatkan barang, pengemasan, memasang sekrup, perekatan, pembuangan, dan pengelasan.

Baca juga: "New normal", akankah ada robot di restoran & hotel di Indonesia?

Baca juga: Dua rumah sakit di Jatim dapat bantuan robot RAISA


3. Susah merawat dan menjaga mesin robot

Memang benar kalau ada sebagian robot yang berukuran besar, rumit, dan sulit untuk dioperasikan. Banyak orang bahkan mengatakan, butuh gelar PhD (sarjana S3) untuk dapat mengoperasikannya.

Namun kenyataannya, cobot tidak serumit itu. Cobot mudah sekali dipakai, dioperasikan, dan dipelihara, karena cobot itu sangatlah sederhana, tidak rumit dan tidak perlu mengubah tata letak produksi di pabrik saat digunakan.

Cobot mudah diprogram dan digunakan berulang kali, kebutuhan perawatannya pun sangat minimal.

4. Cobot Berbahaya?
Robot Kolaboratif (collaborative robot/cobot) (ANTARA/HO)


Robot buatan industri tradisional tidak bisa bekerja dengan manusia secara berdampingan tanpa masalah keamanan yang serius.

Diakui, robot tradisional dapat menangani material yang lebih berat dan besar, namun robot tersebut membutuhkan ruang pengaman sendiri untuk menjaga manusia agar tidak terkena risiko kecelakaan kerja pada saat difungsikan.

Cobot berbeda dari robot industri tradisional. Cobot dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan manusia dan untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja.

Cobot dirancang khusus untuk bekerja berdampingan dengan manusia, sebagai solusi dengan tingkat error yang sangat kecil, masalah keamanannya juga hampir tidak ada, karena memang cobot sudah aman, cobot dan manusia dapat bekerja bersama, tanpa perlu ruang pengaman tersendiri.

Salah satu perusahaan yang sudah membuktikan kehebatan cobot adalah PT JVC Electronics Indonesia (JEIN). Sebagai pemimpin dunia dalam produk elektronik dan hiburan, JEIN merasa butuh untuk mengotomatisasi operasi pabriknya, agar tetap kompetitif.

Baca juga: Perusahaan rintisan Kolombia uji coba robot pengantar makanan

Baca juga: Korsel gunakan robot barista untuk cegah penyebaran corona


Keselamatan juga merupakan faktor penting bagi JEIN, yang percaya bahwa Universal Robot mampu beroperasi secara efisien dan aman.

Cobot UR, yang dirancang dengan sistem keselamatan yang sudah paten, memungkinkan para karyawan untuk bekerja jarak dekat tanpa perlu pengaman (karena manusia merupakan aset yang rentan risiko K3).

Selain itu, cobot mampu membebaskan para pekerja dari tugas-tugas berisiko tinggi, seperti menyolder dan memisahkan bagian PCB yang dipotong, yang mengeluarkan asap dan partikel debu yang berbahaya.

"Salah satu fitur utama dari robot UR3 adalah fitur keselamatan yang adaptif dan konsisten. Robot-robot itu mampu mendeteksi adanya ancaman kerja eksternal, langsung berhenti beroperasi ketika terjadi bahaya. Karyawan-karyawan kami bisa bekerja dalam jarak dekat dengan cobot tanpa harus khawatir akan risiko kecelakaan kerja," kata Sukijan, supervisi pabrik di JEIN.

5. Cobot mahal

Sebenarnya mitos ini ada benarnya juga, robot itu memang ada yang mahal. Tapi tidak untuk semua jenis robot. Biaya awal pemasangan cobot biasanya lebih murah daripada robot tradisional, dengan periode pengembalian rata-rata dua belas bulan saja.

Cobot itu hemat biaya dan ekonomis, hanya perlu investasi yang kecil saja, mengingat kalau robot-robot ini tidak memerlukan penyesuaian infrastruktur yang besar.

Tidak seperti robot tradisional, cobot sendiri dapat digunakan kembali untuk berbagai fungsi di jalur produksi lain yang mampu digunakan setiap saat.

Indonesia sekarang ini sedang mengambil strategi proaktif untuk tetap bisa menjadi negara yang kompetitif di pasar global, dengan mengadopsi sistem otomatisasi.

Saat ini, perusahaan-perusahaan Indonesia sedang beralih ke masa depan yang didorong oleh teknologi. Robot-robot akan terus berkembang dan ada bersama manusia. Saat ini, perusahaan-perusahaan Indonesia juga beralih ke masa depan yang didorong oleh teknologi.

Baca juga: Ilmuwan Denmark kembangkan robot "swab test" COVID-19

Baca juga: New normal, restoran Belanda jadikan robot sebagai pramusaji

Baca juga: Robot COVID-19 patroli di rumah sakit Belgia

Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020