Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Toriq Hidayat, menyayangkan digitalisasi siaran televisi di Indonesia kembali tertunda karena RUU Penyiaran yang diharapkan menjadi payung hukum untuk itu, dihentikan pembahasannya.

"Harapan masyarakat dapat menikmati siaran televisi digital dalam waktu dekat kembali kandas. 14 RUU ditunda termasuk didalamnya RUU penyiaran," kata Toriq Hidayat dalam rilis di Jakarta, Jumat.

Ia memaparkan, penundaan itu karena alasan pandemi COVID-19 dan fokus menyelesaikan Omnibus Law dalam 100 hari, sehingga Baleg DPR RI dan Pemerintah merasa tidak mampu menyelesaikan seluruh RUU Prolegnas Prioritas 2020 yang telah dicanangkan hingga batas waktu Oktober 2020.

Dengan demikian, masih menurut dia, masyarakat Indonesia kembali dirugikan karena kualitas penayangan yang tidak sesuai dengan perangkat teknologi muktahir yang dimiliki.

Padahal, lanjutnya, negara-negara tetangga Seperti Malaysia dan Singapura sudah menyelesaikan hal tersebut pada tahun 2019.

Toriq menuturkan, sekarang masyarakat disana sudah bisa menikmati siaran televisi digital dengan kualitas gambar dan suara yang baik, sekaligus memiliki pilihan program tontonan yang beragam.

"Manfaat digitalisasi siaran televisi selain meningkatkan kualitas totonan secara visual, sekaligus akan berdampak pada peningkatan ekonomi. Dengan frekuensi tidak lagi hanya dikuasai oleh televisi yang ada saat ini diharapkan akan bermunculan televisi-televisi lokal baru di daerah, dengan memanfaatkan frekuensi tersebut. Dengan begitu akan membuka lapangan kerja bagi lulusan penyiaran televisi," paparnya.

Sesungguhnya upaya pemerintah melakukan proses transisi dari siaran analog ke digital telah dimulai sejak akhir 2012 dengan mulai membangun infrakstrukrur TV digital.

Berikutnya menghentikan siaran analog secara nasional pada tahun 2018 dan beralih ke siaran digital. Namun hingga saat ini, hal itu belum juga terealisasi.

“Pemerintah harus serius merealisasikan percepatan transformasi digital di Indonesia di tahun ini atau paling lambat tahun depan. Tindak tegas siapapun yang menghambat misi ini. Jangan sampai masyarakat menjadi pihak yang terus dirugikan," ucapnya.

Ia menegaskan bahwa masyarakat berhak mendapatkan hak-haknya atas siaran yang berkualitas baik secara visual dan konten.

Sebelumnya, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti menginginkan lebih banyak lagi pihak swasta yang dilibatkan dalam penyusunan regulasi ekonomi digital karena sifat ekonomi digital dinamis dan kompetitif.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020