Kami sedang mengembangkan kode QR supaya dapat mendeteksi Warga Negara Asing
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting menyinggung lagi soal Peraturan Presiden tentang penggunaan kode QR sebagai alat pengawasan Warga Negara Asing (WNA).

Hal itu disampaikan menjawab pertanyaan anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin dalam rapat dengar pendapat Komisi I DPR RI dengan Dirjen Imigrasi dan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Selasa.

"Kami sedang mengembangkan kode QR supaya dapat mendeteksi Warga Negara Asing, ini sedang menunggu Perpres-nya Jenderal, izin. Jadi Perpres-nya diteken, kode QR nya langsung jalan," kata Jhoni di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta.

Baca juga: Tito Karnavian sebut data Djoko Tjandra masih ada cuma nonaktif

Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mengembangkan sistem pengawasan warga asing di Indonesia melalui aplikasi kode Quick Response (QR) sebelumnya pernah disampaikan Dirjen Imigrasi pada pertengahan tahun 2019.

Saat itu, di gedung Ombudsman RI, Jakarta, Dirjen Imigrasi yang menjabat sebelum Jhoni Ginting, Ronny F Sompie menyampaikan perihal penerapan kode QR itu, Selasa 25 Juni 2019.

Ronny menyampaikan, saat itu Imigrasi sedang mendorong dikeluarkannya Perpres.

"Kami sedang usulkan Perpres tentang penggunaan kode QR sehingga semua pihak terkait bisa awasi orang asing," kata Ronny. Ronny menambahkan gagasan itu juga sejalan dengan pembentukan Tim Pengawas Orang Asing (Timpora) hingga ke tingkat kecamatan di Indonesia.

"Timpora sebagai wadah koordinasi dan komunikasi akan kita bentuk hingga ke tingkat kecamatan yang melibatkan camat, lurah, kapolsek, danramil hingga perangkat RT/RW. Data kode QR itu juga bisa diakses hingga ke tingkat kecamatan," katanya.

Djoko Tjandra

Kode QR itu akan ditempel pada paspor atau visa warga asing yang berfungsi untuk mendeteksi pergerakan mereka saat mereka melakukan transaksi di sejumlah fasilitas umum, seperti hotel, pembelian tiket transportasi dan sebagainya.

Inovasi itu menjadi relevan lagi dengan kondisi sekarang setelah terduga berkewarganegaraan ganda Djoko Tjandra bisa melenggang masuk dengan leluasa ke Indonesia.

Baca juga: Wakil Ketua Komisi III DPR minta Imigrasi Kemenkumham perbaiki SIMKIM

Padahal yang bersangkutan ditetapkan sebagai buronan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Hal itu membuat Jaksa Agung ST Burhanuddin heran, karena seorang terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali yang buron bertahun-tahun itu bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 8 Juni 2020.

Sementara petugas Imigrasi, menurut penuturan Dirjen Imigrasi, Jhoni Ginting, kepada Komisi III DPR RI, Senin (13/7) tidak mengetahui bahwa Djoko berstatus buronan.

​​​​​​​Jhoni beralasan petugas yang bertugas kala itu juga masih baru lulus studi. "Kalau dia masih 20 tahun, 23 tahun, baru lulus, dia enggak akan kenal ini Joko Tjandra pagi-pagi datang," kata Jhoni dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Senin, 13 Juli 2020.

Jhoni mengatakan Joko membuat paspor ke kantor Imigrasi Jakarta Utara pada pukul 08.00 pagi. Paspor Joko rampung satu hari berikutnya atau pada 23 Juni 2020.

Jhoni mengatakan paspor buronan Kasus Bank Bali diambil oleh seseorang yang membawa surat kuasa.

Kemudian paspor diminta Imigrasi untuk dipulangkan pada 27 Juni 2020, setelah Imigrasi mendapatkan surat dari Kejaksaan Agung RI.

Dalam RDP dengan Komisi I DPR RI, Jhoni mengatakan paspor diminta dikembalikan dengan surat resmi yang dikirim ke rumah yang bersangkutan di Simprug.

"Karena rumahnya kosong, kami titipkan suratnya kepada RT/RW setempat. Ketemu juga dengan orang Kejaksaan di sana, Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Mereka melakukan, kami juga melakukan," kata Jhoni, di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa.

Ternyata, Paspor betul-betul dipulangkan oleh yang bersangkutan ke Imigrasi via pos tanggal 5 Juli 2020.

Baca juga: Dirjen Imigrasi pastikan paspor Djoko Tjandra belum pernah dipakai

Jhoni pun heran, karena dari petunjuk pada paspor, paspor baru tersebut belum pernah dipergunakan karena tidak ditemukan cap stempel Imigrasi.

Berarti, berdasarkan petunjuk yang ditemukan pada paspor, secara de jure Djoko dianggap tidak keluar dari Indonesia.

"De jure-nya dia di Indonesia. De jure, tapi de facto-nya ya bisa di mana-mana," kata Jhoni sambil menggelengkan kepala.

Karena secara de jure, Djoko diduga ada di Indonesia, maka imigrasi pun kembali menyinggung inovasi soal Perpres penerapan kode QR pada paspor.

Ia menyatakan imigrasi siap membantu aparat penegak hukum dalam melakukan pencarian Djoko Tjandra.

Baca juga: Hukum kemarin, pemesan artis FTV hingga paspor Djoko Tjandra
Baca juga: Demokrat usul DPR bentuk Pansus Djoko Tjandra


Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020