Jakarta (ANTARA) - Rektor Universitas Terbuka Prof Ojat Darojat MBus PhD mengatakan perguruan tinggi harus tangkas, lincah dan gesit dalam menghadapi perubahan yang terjadi.

"Saat ini dunia pendidikan sedang bersiap menghadapi era adaptasi kebiasaan baru setelah pandemi COVID-19. Pandemi telah memaksa kita perguruan tinggi untuk tangkas, lincah dan gesit dalam menghadapi perubahan," ujar Ojat dalam sambutannya pada Dies Natalis Universitas Terbuka ke-36 yang disiarkan secara daring di Jakarta, Rabu.

Ojat menambahkan Kampus Merdeka yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah memberikan ruang kepada perguruan tinggi untuk berinovasi dan bersinergi dengan empat pilar dalam kebijakan tersebut.

Baca juga: Paket data internet dikeluhkan mahal untuk PJJ, ini kata Kominfo

Empat pilar tersebut yakni otonomi membuka prodi baru, reakreditasi otomatis, kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) menjadi PTN Badan Hukum (PTNBH), dan hak bagi mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar program studi dan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS).

"Setelah melakukan pengkajian, UT yang saat ini statusnya PTN BLU ingin naik kelas menjadi PTNBH," tambah Ojat.

Dia menjelaskan belajar dari pandemi COVID-19, insan pendidikan menyadari perlunya kerjasama untuk menghadirkan layanan pendidikan untuk anak-anak bangsa.

"Perguruan tinggi harus bersinergi untuk menyelenggarakan pendidikan secara daring. Pembelajaran daring suatu keniscayaan dan pendidikan jarak jauh (PJJ) akan menjadi program strategis pada masa depan," terang dia lagi.

Baca juga: Mendikbud tegaskan tak ada rencana permanenkan PJJ

Ke depannya, PJJ akan semakin masif dan akrab untuk kalangan pendidikan tinggi. Keberlangsungan Universitas Terbuka ditentukan dari upaya kampus tersebut melakukan inovasi produk dan layanan.

"Kami harap UT dapat menjadi perguruan tinggi terdepan dan unggul dalam PJJ. Dengan bekal 36 tahun, diharapkan UT dapat menjadi yang terdepan dalam inovasi PJJ," harap Ojat.

Staf Khusus Wakil Presiden, Prof Mohamad Nasir, mengatakan PJJ berperan penting dalam meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi.

Nasir memberi contoh, bagaimana Korea Selatan yang mana APK pendidikan tingginya mencapai 96 persen.

"Artinya apa, sebanyak 96 persen penduduk Korea Selatan telah mengenyam pendidikan tinggi. Itu terjadi karena Korea Selatan mengubah pola pembelajarannya," kata Nasir.

Nasir berharap dengan PJJ, maka APK pendidikan tinggi Indonesia yang saat ini masih 34,8 persen dapat naik ke depannya.

Mantan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) periode 2014-2019 itu mengatakan terjadi salah kaprah penyelenggaraan PJJ pada saat pandemi COVID-19.

"Banyak yang mengira dengan memanfaatkan aplikasi telekonferensi, maka itu sudah pembelajaran daring. Perkuliahan dengan telekonferensi, tugas akhir dikirim melalui email, dan ujian pakai aplikasi lainnya. Itu salah, pembelajaran yang sesungguhnya menggunakan sistem manajemen pembelajaran. Jadi tidak perlu pindah-pindah aplikasi saat kuliah, ujian, maupun tugas akhir," terang Nasir.

Selain itu, tenaga pendidik juga tidak memiliki kemampuan mumpuni dalam menyelenggarakan PJJ. Akibatnya mahasiswa maupun dosen menjadi frustasi dan tidak merasakan manfaat dari perkuliahan.

Nasir memuji Universitas Terbuka yang lebih dahulu menerapkan PJJ dan terdepan dalam menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh tersebut. Universitas Terbuka juga memiliki kemampuan yang mumpuni dalam menggunakan teknologi pembelajaran.

"Universitas Terbuka sudah lebih maju dalam PJJ, baik dari perguruan tinggi negeri maupun swasta. Kita beri apresiasi sebesar-besarnya kepada UT yang sudah mampu beradaptasi dan menyelenggarakan PJJ yang berkualitas," imbuh dia.***3***

Baca juga: Kemendikbud siapkan modul pembelajaran untuk pendidikan jarak jauh
Baca juga: Kemendikbud permanenkan platform teknologi PJJ bukan metode

Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020