Oslo (ANTARA News/Reuters) - Seorang wartawan Norwegia dan penterjemahnya yang berkebangsaan Afghanistan dibebaskan setelah satu minggu ditahan di wilayah timur negara itu, demikian diumumkan Kementerian Luar Negeri Norwegia, Kamis.

Wartawan itu, yang diidentifikasi media setempat sebagai Paal Refsdal (46), berada di Afghanistan untuk melakukan pekerjaan bagi sebuah perusahaan produksi Norwegia.

Ia menghubungi Kedutaan Besar Norwegia di Kabul pada 6 November setelah diculik di dekat perbatasan dengan Pakistan sehari sebelumnya.

"Kedua orang itu kini berada di sebuah tempat yang aman," kata kementerian Norwegia itu dalam sebuah pernyatan. "Pihak berwenang Norwegia telah bekerja siang dan malam dalam upaya membebaskan kedua orang itu."

Sejumlah media Norwegia mengatakan, mereka memiliki informasi mengenai penculikan itu sebelumnya namun memilih tidak menerbitkannya setelah seruan-seruan dari kementerian luar negeri, agar tidak membahayakan keselamatan kedua orang itu.

Kementerian itu mengatakan, belum jelas siapa yang melakukan penculikan tersebut, namun laporan-laporan media Barat mengaitkan hal itu dengan gerilyawan Taliban.

Menteri Luar Negeri Norwegia dijadwalkan kembali dari Afghanistsan pada Kamis setelah kunjungan ke Kabul pasca pemilihan presiden, dimana ia bertemu dengan para pejabat, termasuk Presiden Hamid Karzai.

Norwegia mengambil bagian dalam operasi NATO di Afghanistan dan menjanjikan bantuan 134 juta dolar tahun ini.

Sementara itu, Kamis, dua prajurit Denmark terluka, seorang diantaranya dalam keadaan serius, dalam ledakan bom ketika mereka sedang melakukan patroli jalan kaki di provinsi Helmand, Afghanistan selatan, kata militer.

Kedua prajurit itu cedera di dekat pangkalan Barakzai di provinsi bergolak tersebut.

Lebih dari 700 prajurit Denmark menjadi bagian dari Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO di Afghanistan.

Sebanyak 26 prajurit Denmark tewas sejak pasukan internasional digelar di Afghanistan pada akhir 2001.

Terdapat lebih dari 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Lebih dari 400 prajurit asing tewas sejak Januari, yang menjadikan 2009 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.

Sekitar 300.000 prajurit Afghanistan dan asing mengambil bagian dalam pengamanan pemilu tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009