upaya mitigasi harus disinergikan dengan informasi dari BMKG
Purwokerto (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Indra Permanajati mengingatkan pentingnya bangunan penahan di wilayah perbukitan rawan longsor sebagai upaya mitigasi bencana.

"Untuk daerah-daerah berpotensi longsor di daerah-daerah bukit maka perlu upaya mitigasi atau pengurangan risiko bencana dengan membuat bangunan penahan longsor," katanya di Purwokerto, Banyumas, Senin.

Koordinator Bidang Bencana Geologi Pusat Mitigasi Unsoed itu juga menambahkan perlu melakukan identifikasi danau-danau yang terbendung secara alami di bagian atas area bukit.

"Perlu identifikasi danau-danau yang terbendung secara alami dan juga tumpukan kayu. Identifikasi ini untuk bisa mengendalikan terjadinya kemungkinan banjir bandang dari atas bukit saat intensitas air cukup tinggi," katanya.

Baca juga: Vetiver hanya dapat menahan longsor dalam jangka pendek
Baca juga: BPBD bangun penahan longsor di Situs Gunung Padang


Menurut dia, upaya mitigasi bencana berkaitan erat dengan pemahaman mengenai siklus alam.

"Perubahan iklim dan cuaca akan memberikan dampak kepada perubahan intensitas air di permukaan bumi. Pengaruh intensitas air hujan pada musim penghujan, misalnya, akan memberikan pengaruh terhadap kemungkinan bencana banjir, longsor ataupun banjir bandang," katanya.

Dengan pemahaman tersebut, kata dia, maka langkah mitigasi yang tepat akan bisa dilakukan.

"Permasalahan yang muncul sampai saat ini adalah adanya perubahan musim yang tidak menentu. Perubahan ini didasarkan akan perubahan yang ada di dalam atmosfer sehingga upaya mitigasi harus disinergikan dengan informasi dari BMKG," katanya.

Baca juga: Peneliti: Siapkan segera strategi pengelolaan DAS di masa normal baru
Baca juga: Peneliti: DAS berkelanjutan dukung masyarakat sehat di normal baru


Anggota Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia itu juga menambahkan bahwa salah satu kunci terkait mitigasi bencana adalah mengatur keseimbangan alam agar tetap dapat terjaga.

"Artinya perubahan iklim, cuaca, dan curah hujan akan berpengaruh terhadap keseimbangan intensitas air. Contohnya adalah ketika musim hujan kita bisa memperbanyak cadangan air dengan embung-embung penampungan, membuat sumur resapan dan menanam tanaman konservasi baik di hulu ataupun di hilir," katanya.

Langkah-langkah tersebut, kata dia, akan menyebabkan intensitas air yang berlebih pada musim penghujan dapat digunakan sebagai cadangan pada musim kemarau.

"Sementara pada saat musim kemarau, momentumnya dapat dipergunakan untuk meningkatkan upaya mitigasi longsor atau banjir bandang yaitu dengan membuat bangunan penahan longsor dan lain sebagainya," katanya.

Dengan demikian, kata dia, upaya mitigasi dalam menghadapi bencana hidrometeorologi dapat berjalan efektif.

"Bencana merupakan bencana yang disebabkan karena pengaruh perubahan iklim dan cuaca sehingga penting untuk mengatur agar keseimbangan alam selalu terjaga," katanya.
 
Baca juga: BMKG: Masyarakat perlu dididik hadapi ancaman bencana hidrometeorologi
Baca juga: Bencana hidrometeorologi berpotensi mengancam sebagian wilayah Sulsel
Baca juga: BMKG akui peringatan dini cuaca belum maksimal cegah adanya korban


Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020