Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia Profesor Topo Santoso mengatakan keputusan DKPP yang memberhentikan Evi Novida Ginting Manik tidak menutup kesempatan jabatan Evi Novida sebagai Anggota KPU RI bisa dikembalikan lagi.

Profesor Topo Santoso di Jakarta, Minggu, mengatakan DKPP tidak bisa mengeksekusi sendiri keputusan pemberhentian itu, sehingga putusan harus dieksekusi oleh badan administratif yang mengangkat dan memberhentikan Anggota KPU, yaitu Presiden RI.

"Jika presiden membatalkan soalnya keppres-nya yang memberhentikan, kemudian mengeluarkan keppres mengangkatnya kembali, maka Bu Evi akan menjadi Anggota KPU kembali," katanya.

Baca juga: Presiden Jokowi cabut keppres pemberhentian anggota KPU Evi Novida

Dengan diangkat kembali Evi Novida Ginting menjadi Anggota KPU, lanjut Topo, tidak berarti membuat keputusan DKPP terhadap perkara etik Evi juga menjadi batal.

"Saya ingin menegaskan bahwa putusan DKPP itu sudah selesai final dan mengikat tidak ada lembaga yang mengoreksi putusan itu, karena memang tidak ada forumnya tidak ada mekanisme, tidak ada forum untuk menguji keputusan DKPP itu. Kita menghormati itu," katanya.

Sebelumnya, Majelis Hakim PTUN Jakarta membuat 5 keputusan terhadap Evi selaku penggugat dan Presiden Joko Widodo sebagai tergugat, yaitu mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya,

Baca juga: Evi Novida Ginting surati Presiden Jokowi Kemudian, menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020.

Putusan PTUN mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020.

Kemudian, mewajibkan Tergugat merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan penggugat sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan, serta menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp332 ribu.

Baca juga: DKPP: PTUN urusi masalah hukum bukan etik

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020