Hal ini membuktikan bahwa kepercayaan publik terhadap pasar modal Indonesia masih terus meningkat
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke depannya akan semakin menguat seiring kemajuan upaya penemuan vaksin COVID-19.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan, kinerja IHSG sempat terpuruk di titik terendahnya pada Maret 2020 lalu, yakni sebesar 3.937,63. Per 7 Agustus 2020, IHSG mengalami peningkatan dan berada pada posisi 5.143,89 poin.

"Hal ini sebagai dampak dari berbagai strategi pemulihan ekonomi yang telah dan sedang dijalankan oleh pemerintah bersama para pelaku ekonomi dan diperkirakan posisinya akan semakin menguat, salah satunya dipicu oleh optimisme penemuan vaksin COVID-19," ujar Hoesen saat jumpa pers secara virtual di Jakarta, Senin.

Meski demikian, sampai saat ini secara year to date (ytd) nilai IHSG tersebut masih mengalami penurunan sebesar 18,34 persen dibandingkan posisinya pada 27 Desember 2019, yang berada di level 6.299,54 poin.

IHSG bahkan pernah berada pada level tertingginya 6.325,41 pada penutupan saham 14 Januari 2020 lalu.

Dampak COVID-19 juga mempengaruhi kinerja reksa dana yang ditandai dengan penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB). Sejak 2 Januari 2020 sampai dengan 6 Agustus 2020, total NAB reksa dana menurun sebesar 4,84 persen dari Rp570,51 triliun menjadi Rp542,88 triliun.

Meskipun demikian, per 7 Agustus 2020 jumlah investor pasar modal justru mengalami peningkatan. Total Single Investor Identification (SID) per 31 Juli 2020 sebanyak 3.022.366 atau naik sebesar dari 17,8 persen jika dibandingkan SID per 31 Desember 2019 sebesar 2.484.354.

"Hal ini membuktikan bahwa kepercayaan publik terhadap pasar modal Indonesia masih terus meningkat," kata Hoesen.

Namun demikian, lanjut Hoesen, persoalannya adalah jumlah investor lebih dari tiga juta tersebut hanya sekitar 1,12 persen dari jumlah penduduk indonesia dan investor dimaksud masih terkonsentrasi di pulau jawa atau belum merata di seluruh Indonesia.

Hoesen menuturkan, hal itu disebabkan antara lain terbatasnya channeling distribution di daerah, di mana saat ini jumlah kantor cabang perusahaan efek sebanyak 600-an dimana 50 persen lebih berada di Pulau Jawa.

Selain itu, belum optimalnya infrastruktur jaringan pemasaran dalam menambah jumlah basis investor domestik.

"Terakhir, rendahnya tingkat literasi dan inklusi investor pasar modal yang posisinya jauh di bawah tingkat literasi perbankan," ujar Hoesen.

Baca juga: Seiring pencairan gaji ke-13 PNS, IHSG awal pekan menguat
Baca juga: Analis saham: COVID-19 masih jadi sentimen selama belum ada vaksin

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020