Bandung (ANTARA News) - Museum Geologi dan Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) di Kota Bandung dalam beberapa hari terakhir dibanjiri pengunjung dari berbagai sekolah yang melakukan studi banding.

"Meski sudah dilakukan pengaturan jadwal kunjungan, namun pengunjung tetap membludak, sehingga terpaksa harus masuk ke museum secara bergiliran," kata salah seorang petugas Museum Geologi Bandung Nurohman, Rabu.

Ia mengatakan jumlah pengunjung meningkat signifikan dibandingkan hari-hari biasa, dan mereka melakukan "study tour" selepas ujian semester.

Selain dari Jawa Barat, para siswa ini juga datang dari Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), DKI Jakarta, dan Banten.

Mereka sudah mendapat jadwal kunjung museum, namun tetap saja kedua museum itu kewalahan menghadapi banjirnya kunjungan.

Kesibukan terjadi di Museum Geologi Bandung. Puluhan bus berjejer di Jalan Diponegoro, Kota Bandung. Para siswa yang berasal dari Klaten dan Banten bergiliran masuk ke dalam museum yang memamerkan benda-benda geologi itu.

Para pengunjung melihat benda-benda geologi termasuk fosil makhluk purbakala di ruang pamer museum setemnpat.

Selain itu, mereka juga menyaksikan film dokumenter tentang proses pembentukan bumi dan segala isinya.

Bahkan untuk mendapat kesempatan masuk ke dalam museum, para siswa yang rata-rata masih usia remaja itu duduk-duduk di taman Museum Geologi yang cukup luas.

Sebagian memanfaatkan waktu dengan membeli cenderamata khas museum setempat, serta hiasan dan barang kerajinan yang dijajakan di sekitar museum.

Museum KAA juga diserbu pengunjung, meski museum telah melakukan jadwal kunjungan bagi para siswa agar tidak berdesak-desakkan ketika berada di museum itu.

"Fasilitas parkir di sini terbatas, mereka harus bergiliran masuk. Jadwal kunjungan penuh, dan kami tidak bisa menerima rombongan di luar jadwal," kata Kepala Museum KAA Irman Pasha.

Kunjungan ke Museum KAA antara lain melihat ruang pamer yang berupa diorama KAA 1955, serta foto-foto dokumenter menjelang dan pelaksanaan KAA 1955, termasuk benda bersejarah yang digunakan saat konferensi bersejarah itu digelar. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009