Jakarta (Antara) - Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 39/POJK.05/2020 yang baru diterbitkan merevisi POJK Nomor 14/POJK.05/2015, dikhawatirkan mengikis neraca reasuransi nasional. Pasalnya, aturan ini menghapus kewajiban persentase dukungan reasuransi dari reasuradur dalam negeri, untuk pertanggungan yang memiliki risiko sederhana.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Dalimunthe berpendapat bahwa pada dasarnya, POJK tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri reasuransi nasional.

"Namun sebagai bagian dari industri keuangan global, maka proses bisnis asuransi akan terkait dengan banyak pihak dan beberapa negara, dimana akan berpengaruh kepada neraca keuangan negara," kata Dody saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.

Mengacu pada POJK 39/2020, perusahaan asuransi dan asuransi syariah wajib memperoleh dukungan reasuradur dalam negeri minimal 50 persen, dari yang sebelumnya 100 persen, untuk pertanggungan risiko sederhana setelah 30 Juni 2020. Selanjutnya, setelah 31 Desember 2020, tidak ada kewajiban bagi perusahaan asuransi untuk memperoleh kewajiban dari reasuradur dalam negeri.

Pertimbangan pemberlakuan aturan ini yakni untuk meningkatkan efektivitas penyebaran risiko melalui program reasuransi dengan tetap memperhatikan praktik manajemen risiko yang memadai, dan untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional dalam perdagangan internasional.

Sementara itu salah satu reasuradur nasional, PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) menilai, terbitnya aturan baru tersebut bisa menjadi dua sisi uang logam - dapat merugikan atau malah menguntungkan, tergantung bagaimana strategi dari masing-masing reasuradur. 

"Kita melihat ini sebagai sebuah tantangan, karena pada akhirnya reasuradur dalam negeri memang harus meningkatkan kualitas," ujar Presiden Direktur Tugure, Adi Pramana saat dikonfirmasi terpisah.

Dia menambahkan, bahwa kewajiban dukungan reasuransi dalam negeri yang sebelumnya diatur dalam POJK 14/2015, memang tidak mungkin berlaku selamanya. Adi menambahkan POJK 39/2020 ini tidak berlaku otomatis untuk semua negara, subject to list negara yang akan dikeluarkan OJK. Oleh karena itu pihak Tugure pun, katanya, sudah melakukan sejumlah antisipasi, terlebih dengan adanya pandemi Covid-19 di Tanah Air.

"Kami juga telah membuat masterplan dengan skenario jangka panjang hingga delapan tahun kedepan. Ini karena masing-masing perusahaan memang harus memperkuat diri sendiri," tukasnya.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020