Jakarta (ANTARA) - Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar mengatakan peran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam pelindungan anak harus diperkuat seiring dengan penambahan fungsi Kementerian.

"Kementerian mendapatkan penambahan fungsi, terutama dalam koordinasi penanganan pelindungan anak dan penyediaan layanan anak yang memerlukan perlindungan khusus," kata Nahar dalam seminar daring yang diikuti dari Jakarta, Senin.

Nahar mengatakan penambahan fungsi tersebut mengharuskan hubungan dan koordinasi yang lebih kuat dengan pemerintah daerah karena anak-anak berada di daerah. Nahar mengibaratkan yang memiliki anak adalah pemerintah daerah, bukan pemerintah pusat atau Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Baca juga: KPPPA berharap pegiat PATBM cepat jangkau kasus anak

Karena itu, Nahar mengatakan pihaknya juga akan memperhatikan persoalan terkait anak yang terjadi di masing-masing daerah. Sebanyak 80 juta anak di seluruh Indonesia harus mendapatkan pelindungan dan dipenuhi hak-haknya.

"Kita perlu memperkuat kolaborasi dalam pencegahan dan penanganan serta saling menguatkan. Pelindungan anak melibatkan empat pihak, yaitu anak sendiri, orang tua, masyarakat, dan negara," tuturnya.

Menurut Nahar, peran keempat pihak tersebut dalam pelindungan anak telah diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah dua kali mengalami perubahan.

"Upaya kita melindungi anak bisa mengacu dalam Undang-Undang Perlindungan Anak," katanya.

Baca juga: KPPPA: Pandemi COVID-19 ancam pemenuhan hak anak

Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per 31 Juli 2020 terdapat 4.116 kasus kekerasan terhadap anak, dengan korban yang paling banyak adalah kekerasan seksual, yaitu 2.556 anak.

"Per 18 Agustus 2020, jumlahnya sudah bertambah menjadi 4.833 kasus kekerasan. Kasus kekerasan seksual meningkat, satu pelaku bisa melakukan kekerasan seksual kepada beberapa korban," jelasnya.

Nahar mengatakan kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Menurut Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2018, dua dari tiga anak Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan kekerasan emosional sepanjang hidupnya.

"Data ini perlu dikembalikan kepada kita semua. Jangan-jangan anak kita sendiri pernah kita bentak, bahkan kita pukul, yang itu merupakan salah satu bentuk kekerasan fisik," katanya. 

Baca juga: KPPPA: Pelindungan anak tanggung jawab bersama
Baca juga: KPPPA: Perundungan di media sosial harus dihentikan
Baca juga: Lindungi anak dari dampak buruk internet

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020