Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilihan Umum mengingatkan sejumlah penguatan yang penting dilakukan Komisi Pemilihan Umum agar sistem e-Rekap atau rekapitulasi elektronik untuk Pemilihan kepala daerah serentak 2020 berjalan optimal.

Anggota Badan Pengawas Pemilu RI Mochammad Afifuddin, di Jakarta, Selasa, mengatakan Bawaslu mengapresiasi rencana KPU untuk melaksanakan rekapitulasi elektronik dalam penyelenggaraan Pilkada 2020.

"Bawaslu telah melakukan analisis dan menyampaikan beberapa catatan terhadap uji coba rekapitulasi elektronik," kata dia.

Rekomendasi Bawaslu berdasarkan pengawasan dalam uji coba yakni, KPPS harus menulis angka dengan rapi atau menghitamkan kolom angka dalam formulir secara sempurna agar data terbaca secara konsisten dan akurat oleh sistem.

Setiap TPS harus memiliki satu akun rekapitulasi elektronik. Selain itu, PPK sebagai administrator aplikasi harus mampu membantu KPPS jika mengalami kendala registrasi.

"Registrasi KPPS dan akses bagi pengawas pemilu serta saksi harus selesai sebelum hari-H pemungutan suara," katanya.

Kemudian, uji coba rekapitulasi elektronik akan sangat relevan jika dilakukan dengan melibatkan pihak yang paling punya keterbatasan jaringan, sumber daya manusia, ketersediaan dan perangkat.

Dalam uji coba berikutnya, perlu pemeriksaan ketersediaan peladen (server), karena kekuatan tersebut yang paling menentukan dalam pengiriman data untuk kepentingan validasi.

Bawaslu mengingatkan rekapitulasi elektronik membuat proses penghitungan dan rekapitulasi suara di TPS membutuhkan waktu lebih lama karena tambahan aktivitas menghitamkan lingkaran-lingkaran dalam kolom angka dan mengunggah hasilnya ke sistem.

"KPU harus memastikan kesiapan KPPS dalam mengoperasikan sistem ini dengan sosialisasi, pembekalan dan bimbingan teknis (bimtek) agar sistem ini memberikan hasil maksimal," ucapnya.

Sistem kata Afifuddin memberikan konsekuensi terhadap penambahan biaya atau anggaran yang memenuhi standar kebutuhan sistem.

Kemudian, pendidikan pemilih harus dilakukan agar pemilih mengetahui kebijakan KPU dan dengan demikian tidak timbul kegaduhan di media maupun publik.


Baca juga: Bawaslu Sulsel temukan 14.380 pemilih pemula tidak terdaftar

KPU perlu membangun kepercayaan publik bahwa penggunaan aplikasi ini adalah untuk transparansi dan mengurangi tingkat kesalahan.

"Bukan justru menambah tahapan dan perangkat dalam melakukan rekapitulasi yang menyebabkan hasilnya justru lebih lambat dan mengurangi kemurnian hasil penghitungan suara," kata dia lagi.

Lebih lanjut, Pasal 111 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan telah memungkinkan penggunaan sistem informasi dalam penghitungan dan rekapitulasi suara. Namun, PKPU pemungutan dan penghitungan serta rekapitulasi suara belum mengatur mengenai rekapitulasi elektronik.

Untuk itu, menurut dia penggunaan aplikasi tersebut harus diatur secara detail dan jelas dalam Peraturan KPU.

Bawaslu menilai rekapitulasi elektronik hanya diterapkan sebagai alat bantu rekapitulasi, adapun sebagai data utama, tetap merujuk pada rekapitulasi manual yang dilakukan berjenjang.

"PKPU harus menegaskan keabsahan data hasil penghitungan dan rekapitulasi suara, berdasarkan formulir C1 plano, atau data digital dalam sistem rekapitulasi elektronik, atau keduanya," ujarnya.

Kemudian, migrasi data dari sistem manual ke sistem digital mengandung batas kesalahan (margin error) yang cukup tinggi, hal tersebut kata Afifuddin berpotensi menimbulkan sengketa, untuk itu KPU harus mengantisipasinya.

Baca juga: KPU, Bawaslu dan PPATK komitmen awasi dana kampanye

Baca juga: Bawaslu : Ada empat jenis pelanggaran dalam Pilkada

Baca juga: Bawaslu Sulteng minta jajarannya tingkatkan pengawasan tahapan pilkada


Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020