Penyidik masih terus melakukan pendalaman melalui keterangan saksi tersebut terkait dugaan pengeluaran sejumlah dana dari pihak PT DI dan mitra penjualan kepada tersangka BS dan pihak-pihak lainnya
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi empat saksi perihal dugaan pengeluaran sejumlah dana dari pihak PT Dirgantara Indonesia (DI) dan mitra penjualan PT DI kepada tersangka mantan Dirut PT DI Budi Santoso (BS).
​​​​​​
Empat saksi, yakni mantan Komisaris Utama PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) Ismono Wijayanto, pensiunan TNI Angkatan Darat Aris Supangkat, Komisaris PT Quartagraha Adikarsa Susinto Entong, dan Komisaris PT Surya Daya Pratama Mochamad Cholid Ashibli.

"Penyidik masih terus melakukan pendalaman melalui keterangan saksi tersebut terkait dugaan pengeluaran sejumlah dana dari pihak PT DI dan mitra penjualan kepada tersangka BS dan pihak-pihak lainnya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

KPK, Rabu memeriksa empat orang tersebut sebagai saksi untuk tersangka Budi dalam penyidikan kasus korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT DI Tahun 2007-2017.

Baca juga: KPK panggil mantan Komisaris Utama ASABRI terkait kasus PT DI

Baca juga: KPK perpanjang penahanan dua tersangka kasus korupsi PT DI


KPK juga menginformasikan terdapat seorang saksi yang tidak memenuhi panggilan, yakni mantan Staf Ahli Bidang Sosial Budaya Dewan Ketahanan Nasional Manahan Simorangkir,

"Manahan Simorangkir saksi BS, penyidik belum memperoleh informasi terkait ketidakhadirannya," ucap Ali.

KPK telah mengumumkan Budi bersama mantan Kepala Divisi Penjualan PT DI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) sebagai tersangka pada Jumat (12/6).

Dalam konstruksi perkara disebut pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.

Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PT DI. Adapun proses mendapatkan dana untuk kebutuhan tersebut dilakukan melalui penjualan dan pemasaran secara fiktif.

Pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama sehingga KPK menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif.

Selanjutnya pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 juta dolar AS atau sekitar Rp125 miliar, akibatnya total terjadi kerugian negara yang nilainya sekitar sekitar Rp330 miliar.

Setelah enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT DI diantaranya tersangka Budi, tersangka Irzal, Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, dan Budiman Saleh selaku Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI.

Baca juga: Budiman Saleh dicecar penerimaan "cashback" dari mitra penjualan PT DI

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020