Banda Aceh (ANTARA) - International Colective of Fish Worker (ICSF) Perwakilan Indonesia mengapresiasi cara kerja yang ditunjukkan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia dalam upaya membebaskan 51 nelayan asal Provinsi Aceh di Thailand.

"Pelepasan 51 nelayan yang diupayakan oleh Kemenlu RI harus diberikan apresiasi karena dilakukan melalui celah hukum di Thailand dengan meminta pengampunan tepat pada hari ulang tahun Raja Thailand," kata Anggota ICSF Indonesia M Adli Abdullah di Banda Aceh, Sabtu.

Baca juga: 69 orang nelayan Indonesia masih terdampar di Port Blair India

Dia menyebutkan Raja Thailand YM Rama X ulang tahun ke-68 pada 28 Juli 2020 dan memberikan pengampunan terhadap 51 nelayan asal Aceh sebagai terpidana penangkapan ikan ilegal di wilayah teritorial dan ZEE Thailand.

"Selama ini 51 nelayan itu ditahan di penjara Phang Ngah Selatan Thailand. Berita menyenangkan komunitas nelayan Indonesia dari Aceh ini ditetapkan dalam keputusan Hakim Pengadilan Phang Ngah pada Rabu 9 September 2020," ujarnya.

Baca juga: Pemprov pulangkan dua jenazah warga Aceh yang diselundupkan ke Kepri

Menurut dosen Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh itu pemberian amnesti atau royal pardon dari Raja Thailand kesepuluh dari Dinasti Chakri ini diatur dalam konstitusi kerajaan Thailand pada pasal 221 dan 225 UUD Thailand dan Pasal 259 hingga 267 KUHP Thailand (BE 2548).

Kata dia, Thailand adalah sedikit negara di dunia yang masih menganut sistem monarkhi konstitusional, sehingga usaha keras Kementerian Luar Negeri RI dalam menggunakan celah hukum terhadap pembebasan nelayan Aceh patut dihargai oleh semua pihak termasuk Pemerintah Aceh.

Baca juga: PSDKP: Enam nelayan Myanmar masih ditahan di Aceh

"Pemerintah Aceh harus berterima kasih kepada Kementerian Luar Negeri, sudah sepatutnya Pemerintah Aceh dapat menyambut 51 nelayan Aceh itu di Jakarta untuk mendapat bantuan sosial," ujarnya.

Adli menilai, apabila Kemenlu RI tidak menggunakan jalur diplomatik maka mustahil 51 nelayan itu dapat menghirup udara bebas segera.

Hal ini disebabkan dalam KUHP Thailand, permohonan pengampunan terhadap terpidana setelah adanya keputusan yang berkekuatan hukum tetap atau final and binding maka hanya kebijaksanaan raja yang dapat melepaskan seseorang dari jeratan hukuman, didasarkan pada rekomendasi Menteri Kehakiman, kata Adli menjelaskan

"Upaya-upaya hukum grasi atau amnesti di Thailand terhadap narapidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan oleh narapidana itu sendiri, wali atau perwakilan diplomatik dalam hal ini Kementerian Luar Negeri. Makanya usaha Kemenlu ini perlu diberi apresiasi," katanya.

Sebelumnya, informasi didapatkan bahwa 51 nelayan ini akan dipindahkan ke Pusat Detensi Imigrasi di Bangkok, untuk selanjutnya akan repatriasi ke Tanah Air.

Dari 51 nelayan Aceh itu yakni 30 orang dan tiga anak di bawah umur ditangkap pada pada Januari 2020, kemudian 21 nelayan dan tiga anak di bawah umur ditangkap Februari 2020.

"Dan enam anak-anak di bawah umur ini telah direpatriasi pada 16 Juli 2020," ujarnya.

Pewarta: Khalis Surry
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020