di beberapa tempat di Indonesia masih ada potensi kekeringan
Jakarta (ANTARA) - Faktor cuaca dengan musim kering yang lebih basah dan upaya pencegahan di tingkat tapak membuat jumlah titik panas (hotspot) turun dibandingkan periode yang sama pada 2019, kata Kepala Sub Direktorat Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Radian Bagiyono.

"Kombinasi antara cuaca yang lebih bersahabat kemudian kinerja dari tim satgas daerah di lapangan itu yang membuat hotspot menurun, dan kalaupun ada hotspot yang berubah jadi firespot (titik api) tidak sampai membesar sehingga segera dilakukan upaya pemadaman atau penanggulangan," kata Radian dalam konferensi pers virtual KLHK tentang pengendalian kebakaran hutan di tingkat tapak, dipantau dari Jakarta pada Selasa.

Menurut data matriks via satelit TERRA/AQUA yang diambil dari sistem pengawasan kebakaran hutan dan lahan KLHK SiPongi, titik panas pada Agustus 2020 sebanyak 945, turun jauh dibandingkan 3.428 titik panas dalam bulan yang sama pada 2019.

Baca juga: 250 Hektare lahan terbakar Juli-Agustus 2020 di Sumatera Selatan
Baca juga: Polda Sumsel tetap siagakan satgas karhutla


Kondisi cuaca pada 2020 memang berbeda dengan tahun sebelumnya, di mana tahun ini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan terjadi kemarau relatif basah. BMKG memperkirakan Agustus akan menjadi puncak dari musim kemarau dengan kondisi kering akan sudah mulai menurun pada September.

Data KLHK sendiri menunjukkan terjadi penurunan luas kebakaran hutan dibandingkan sebelumnya dengan Januari-Agustus 2020 terdapat 120.536 hektare (ha) lahan yang terbakar dibanding 328.724 ha dalam periode yang sama pada 2019.

Artinya terjadi penurunan 63,33 persen luas kebakaran hutan dan lahan dibandingkan 2019 atau turun 208.188 ha.

Baca juga: Sembilan helikopter "water bombing" ditempatkan di Kalteng
Baca juga: Kapolda Kalsel akan tindak tegas pelaku pembakar lahan


Namun, Radian mengatakan KLHK dan seluruh pemangku kepentingan di daerah tidak akan menurunkan kewaspadaan terkait ancaman kebakaran hutan dan lahan, mengingat fase krisis belum usai.

Hal itu karena secara umum musim kemarau Indonesia terjadi di bulan Juni sampai Oktober sehingga masih saat ini masih dalam posisi fase krisis ancaman munculnya titik panas dan titik api.

"Khususnya kalau kita merujuk ke prediksi BMKG puncak musim kemarau kita akan berlangsung Agustus dan September sehingga kalau melihat konteks 2020, mudah-mudahan setelah Oktober kita sudah bisa melewati fase krisis. Tapi kita juga perlu waspada di beberapa tempat di Indonesia masih ada potensi kekeringan," tegasnya.

Baca juga: Sarwono ungkap penanganan kebakaran hutan saat ini jauh lebih baik
Baca juga: Manggala Agni Sultra antisipasi karhutla sejak dini

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020