Lo Jecky diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NHD
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi saksi Lo Jecky yang berprofesi sebagai arsitek soal rumah milik tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) di kawasan Hang Lekir dan Patal Senayan, Jakarta.

KPK, Selasa, memeriksa Jecky sebagai saksi untuk tersangka Nurhadi dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011-2016.

"Lo Jecky diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NHD. Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait dengan profesi saksi sebagai arsitek yang mendesain rumah milik tersangka NHD yang berada di kawasan Hang Lekir dan Patal Senayan," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta.

KPK, kata dia, menduga bahwa dana yang dibayarkan oleh Nurhadi untuk mendesain dua rumah tersebut berasal dari suap dan gratifikasi yang diterimanya.

KPK pada Selasa juga memeriksa seorang saksi lainnya untuk tersangka Nurhadi, yakni Wilson Margatan selaku wiraswasta.

"Melalui keterangan saksi ini, penyidik masih terus mendalami adanya dugaan aliran uang oleh tersangka NHD ke berbagai pihak," ujar Ali.
Baca juga: Lo Jecky dipanggil jadi saksi kasus suap dan gratifikasi Nurhadi


Selain pemeriksaan saksi dalam penyidikan kasus itu, KPK juga memeriksa tersangka Rezky Herbiyono (RHE) dari pihak swasta atau menantu Nurhadi.

"RHE juga dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka, penyidik mengonfirmasi terkait dugaan banyaknya aliran uang yang diterima maupun diberikan oleh tersangka RHE dari dan ke berbagai pihak," ujar Ali.

Selain Nurhadi dan Rezky, KPK juga telah menetapkan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS) sebagai tersangka. Untuk tersangka Hiendra saat ini masih menjadi buronan.

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.
Baca juga: KPK ungkap kendala lacak aset Nurhadi di lapangan
Baca juga: KPK konfirmasi ke desainer Eddy Betty aliran uang dari menantu Nurhadi

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020