Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menanggapi kritik yang diungkapkan ekonom Faisal Basri soal anggaran penanganan pandemi COVID-19 yang menurun dalam Rancangan APBN 2021.

"Sekali lagi, terima kasih atas masukan dan kritik Bang FS (Faisal Basri). RAPBN 2021 tidak disusun di ruang hampa, ada pijakan," katanya dalam akun twitter @prastow di Jakarta, Sabtu.

Menurut Yustinus, pendapat Faisal Basri tentang alokasi anggaran infrastruktur dalam RAPBN 2021 naik dari Rp281,1 triliun menjadi Rp414 triliun dan anggaran kesehatan turun dari Rp87,5 triliun menjadi Rp25,4 triliun memang demikian adanya.

Dia kemudian mengelaborasi naik-turun alokasi fiskal itu dari perspektif penyusunan anggaran.

Anggaran kesehatan, lanjut dia, secara nominal memang turun, dari Rp212,5 triliun sesuai Perpres 72/2020 menjadi Rp169,5 triliun.

Baca juga: Ekonom dorong tiga belanja prioritas 2021 terkait imbas COVID-19

Alokasi anggaran itu, imbuhnya, setara 6,2 persen produk domestik bruto (PDB) atau berada di atas mandat UU sebesar lima persen.

Anggaran yang turun, kata dia, adalah alokasi belanja kesehatan non kementerian dan lembaga. Sedangkan anggaran Kementerian Kesehatan naik dari Rp78,5 triliun jadi Rp84 triliun tahun 2021.

"Apa maknanya? Cukup jelas. Keberpihakan semakin kuat, tercermin anggaran rutin @KemenkesRI 2021 naik. Tapi kok anggaran kesehatan turun? iya, alokasi stimulus turun seiring telah tersedianya banyak sarana/prasarana kesehatan di 2020 yang tetap dapat digunakan di 2021," katanya.

Ia menyebut pemerintah tidak abai dalam penanganan COVID-19 dan dampaknya karena anggaran kesehatan 2021 dialokasikan untuk peningkatan/pemerataan sisi pasokan dan pengadaan vaksin.

​​​​​​Selain itu, nutrisi ibu hamil dan menyusui/balita, penanganan penyakit menular, dan akselerasi jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas)

Baca juga: Kemristek harapkan produksi massal vaksin Merah Putih di akhir 2021

Tak hanya itu, lanjut dia, juga penguatan pencegahan, deteksi, dan respons penyakit, serta sistem kesehatan terintegrasi.

Dalam RAPBN 2021, pemerintah memberikan dukungan Rp48,8 triliun untuk peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN).

Kemudian, sebesar Rp2,4 triliun untuk bantuan iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) Kelas III JKN sebagai komitmen memperluas cakupan pelayanan penerima manfaat BPJS Kesehatan.

Sementara itu, terkait COVID-19, Pemerintah tetap fokus pada kesehatan dibuktikan dengan alokasi Rp18 triliun untuk pengadaan vaksin dan sararana prasarana lain.

Kabar baiknya, kata dia, industri kesehatan dalam negeri juga berkembang karena semakin banyak produsen Alat Pelindung Diri (APD), masker, ventilator, sanitizer, obat-obatan, dengan impor dibatasi.

Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Ditjen Bea Cukai Kemenkeu terus melakukan pengawasan dan evaluasi kebijakan perdagangan dengan fokus mendukung tumbuhnya industri dalam negeri sesuai pengalaman pandemi ini.

Sedangkan terkait anggaran infrastruktur tahun 2021 yang naik tajam, lanjut dia, karena banyak program yang tertunda dan fokus 2021 salah satunya infrastruktur digital Rp30,5 triliun dibutuhkan.

"Saya ingin menghaturkan terima kasih untuk kritik dan masukan Bang @FaisalBasri, mohon pemerintah terus dikawal, diberi masukan, dan dikritik. "Kritiklah sekeras-kerasnya, dan bantulah sekuat-kuatnya," katanya.

Sebelumnya, ekonom Faisal Basri dalam wawancara di salah satu program, mengkritik penyusunan anggaran 2021 yang dinilai masih seperti keadaan biasanya atau business as usual.

Salah satunya, anggaran kesehatan yang menurun dan lebih rendah dibandingkan anggaran infrastruktur.

"Coba lihat APBN 2021, itu (anggaran) pembangunan infrastruktur naik dari 280'an triliun ke 400'an triliun, anggaran kesehatan turun, seolah-olah (pandemi COVID-19) ini sudah selesai semua," katanya.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020