Jakarta (ANTARA) -
Pengamat politik dari Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie menyebutkan RUU Cipta Kerja yang disetujui oleh DPR menjadi UU hanya menguntungkan investor dan pekerja asing, sehingga kaum buruh melakukan aksi penolakan di sejumlah daerah.
 
"Memang UU ini agak kontroversi. Paling diuntungkan justru investor dan pekerja asing. Omnibus Law soal Ketenagakerjaan memudahkan izin kerja tenaga asing," kata Jerry, di Jakarta, Rabu.
 
Hal itu, lanjutnya, tertuang dalam Pasal 42 ayat 1, dimana tenaga asing hanya perlu Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) untuk bekerja di Indonesia, tanpa Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) seperti diatur di beleid sebelumnya.

Baca juga: Kemenkeu: UU Ciptaker beri kemudahan berusaha bagi UMKM dan "startup"
 
Mengenai status kerja kontrak, kata Jerry, perusahaan bisa membuat karyawannya sebagai pekerja kontrak seumur hidup sebagaimana tertuang dalam Pasal 61A.
 
Dalam pasal 61A ini, ketentuan pengusaha wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang memiliki hubungan kerjanya berakhir karena sudah jangka waktu perjanjian kerja dan selesainya pekerjaan.
 
Aturan tentang perjanjian ini dinilai akan merugikan pekerja karena relasi kuasa yang timpang dalam pembuatan kesepakatan.
 
RUU Cipta Kerja juga menghapus libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja.
 
Di Pasal 79 Ayat (2) poin b RUU menyebutkan, istirahat mingguan hanya satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Baca juga: Menkop nilai UU Cipta Kerja percepat pengembangan UMKM
 
Kemudian, Pasal 88 C, (1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. (2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.
 
Tak sedikit pihak yang khawatir akan poin ini, pemerintah tengah berupaya menghilangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), termasuk upah minimum sektoral.
 
"Jika merujuk Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, pekerja tidak bisa menerima upah di bawah standar minimum," Jerry.
 
Menurut Direktur Eksekutif P3S ini, yang paling dirasakan dirugikan atas Omnibus Law Ciptaker ini adalah kaum buruh.

Baca juga: Ketua MPR dorong pemerintah jelaskan pasal-pasal UU Cipta Kerja
 
"Ini akan berdampak buruk dalam pemerintahan saat ini. Paling tidak pasal-pasal yang tak sesuai dan merugikan jangan dimasukan. Justru UU ini jauh dari harapan buruh. Kalau tidak dihentikan, demo akan berlanjut dan Covid-19 bisa bertambah," paparnya.
 
Jerry pun menyarankan agar pasal-pasal kontroversi ditinjau lagi, baik melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) maupun melalui langkah lainnya.
 
"Dalam hal ini bisa political interest (kepentingan politik) yang lebih diuntungkan," kata Jerry.
 
Presiden Jokowi pun bisa mengundang perwakilan buruh, mahasiswa dan lainnya yang menolak agar semua aman dan damai.
 
"Tetapi, semua harus sesuai protokol kesehatan," tuturnya.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020