Kita ketahui bersama, Kabupaten Kulon Progo ini menjadi daerah termiskin dan tertinggi angka kemiskinan dari lima kabupaten/kota di DIY. Namun sejak pembebasan lahan Bandara Internasional Yogyakarta, pertumbuhan ekonomi di Kulon Progo di atas dua dig
Kulon Progo (ANTARA) - Kehadiran Bandara Internasional Yogyakarta atau Yogyakarta International Airport (YIA) mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, dari rata-rata 5 persen menjadi di atas 12,39 persen pada akhir 2019, dan diproyeksikan positif pada masa pandemi COVID-19.

Pergerakan laju pertumbuhan ekonomi bisa dilihat dari tahun ke tahun, sebelum 2015 pertumbuhan ekonomi di Kulon Progo berkisar pada angka 5 persen, kemudian terus tumbuh pada 2018 sebesar 10,83 persen, kemudian naik lagi menjadi 12,39 persen. Hal ini disebabkan oleh investasi dalam negeri yang tinggi, di sisi lain tingkat konsumsi masyarakat terangkat.

Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kulon Progo dari terbawah di lima kabupaten/kota di DIY menjadi nomor satu di DIY. Angka pertumbuhan ekonomi DIY pada kisaran tujuh persen, sedangkan di Kulon Progo bisa di atas 10 persen.

Kemudian, pertumbuhan ekonomi pada 2019 sebesar 10,83 persen, dan pada masa pandemi COVID-19 ini  pertumbuhan ekonomi tetap mengarah positif.

"Kita ketahui bersama, Kabupaten Kulon Progo ini menjadi daerah termiskin dan tertinggi angka kemiskinan dari lima kabupaten/kota di DIY. Namun sejak pembebasan lahan Bandara Internasional Yogyakarta, pertumbuhan ekonomi di Kulon Progo di atas dua digit tertinggi di DIY," kata Bupati Kulon Progo Sutedjo di Kulon Progo, Jumat.

Baca juga: Trafik pesawat di bandara AP I September 2020 naik tipis

Ia mengucapkan terima kasih kepada pemerintah pusat yang menetapkan Kabupaten Kulon Progo sebagai lokasi pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta meski pada awalnya terjadi penolakan warga yang tidak merelakan lahannya untuk pembangunan bandara.

"Kami mengucapkann terima kasih kepada pemerintah pusat dengan memilih Kabupaten Kulon Progo menjadi lokasi pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta, sehingga mampu menjadi gerbang pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan, mengurangi pengangguran dan mendongkrak ekonomi dan pariwisata di Kulon Progo," kata Sutedjo.

Saat ini, investasi sektor infrastruktur dari pemerintah pusat hingga kabupaten terus digeliatkan. Proyek pemerintah pusat terus berjalan seperti Jalur Jalan Lintas Selatan (JLLS), jalur Tol Cilacap-Solo, KSPN Borobudur, sedangkan yang sudah dibangun dan dalam proses penyelesaian yakni pembangkit listrik di Tuksono, Sentolo, dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik bandara dan Kawasan Industri Sentolo, kemudian SPAM Kamijoro untuk mengairi bandara dan kawasan industri, serta jalur kereta bandara dari Stasiun Kedungdang sampai Bandara YIA.

Infrastruktur lain dari provinsi, yakni Bedah Menoreh yang diproyeksikan sebagai jalur wisata dan jalur ekonomi di kawasan utara. Pemkab Kulon Progo sendiri meningkatkan pembangunan infrastruktur fisik untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat.

"Investasi infrastruktur sangat bermanfaat untuk semua sektor, dan mampu menggerakkan ekonomi di Kulon Progo. Kulon Progo memiliki sumber dalam alam yang dapat dimanfaatkan untuk megaproyek di Kulon Progo," kata Sutedjo.

Baca juga: Jumlah penumpang Adi Soemarmo turun selama September


Tumbuhkan iklim investasi

Bandara YIA adalah gerbang bagi investasi di Kabupaten Kulonprogo. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (DPMPT) Kulon Progo mencatat ada peningkatan nilai investasi secara signifikan semenjak bandara mulai dibangun.

Berdasarkan data jawatan itu, akumulasi penanaman modal asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Kulonprogo pada 2018 menembus angka Rp6 triliun. Jumlah itu enam kali lipat lebih banyak dibandingkan rata-rata perolehan PMA dan PMDN pada tahun-tahun sebelumnya.

Pada 2014 misalnya, total PMA dan PMDN hanya Rp619 miliar. Setahun berselang, Rp1,04 triliun. Pada 2017 rata-rata realisasi penanaman modal di kabupaten paling barat di DIY ini berada di kisaran Rp1 triliun sampai Rp1,2 triliun. Pada 2020 ini, enam investor yang bergerak di perhotelan sudah masuk ke Kulon Progo, tiga di antaranya sudah membangun hotel.

"Trennya memang naik, setelah ada bandara banyak investor tertarik menanamkan modalnya ke sini, terutama investor yang bergerak di sektor perhotelan. Meski pada masa pandemi ini iklim investasi turun, namun investasi sektor perhotelan berkembang naik ," kata Kepala DPMT Kulon Progo Agung Kurniawan.

Tren positif ini diperkirakan akan berlanjut hingga beberapa tahun ke depan. Alasannya, ada rencana pembangunan aerotropolis seluas 7.000 ha di sekitar YIA.

Baca juga: Jumlah penumpang di Bandara Lombok melonjak hingga 3 kali lipat

Sejumlah investor yang sudah terlebih dahulu mengetahui hal itu bahkan menyatakan minatnya untuk berinvestasi di sana.

Agung menyebut para investor ini datang dari beberapa sektor usaha, mulai dari perhotelan, toko serba ada, apartemen, perumahan, pergudangan, SPBU, restoran, rest area dan toko oleh-oleh. "Mereka sudah datang untuk berinvestasi dan beberapa sudah membebaskan lahan, ada juga yang telah membangun konstruksi. Beberapa baru penjajakan dan studi kelayakan," kata Agung.

DPMPT Kulon Progo memang gencar mempromosikan aerotropolis kepada para penanam modal agar mau berinvestasi di sana. Kendati begitu investor tetap harus memenuhi syarat sesuai bidang usaha yang diizinkan berdasarkan Peraturan Daerah Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Kulon Progo 2012-2032.

Dalam pasal 51 ayat 2 disebutkan peruntukan kawasan permukiman salah satunya adalah Kecamatan Temon yang merupakan calon Aerotropolis. Kemudian pada pasal 53 ayat 2, dijelaskan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa salah satunya juga di Kecamatan Temon.

"Bidang usaha calon investor harus sesuai dengan peruntukan aerotopolis, yaitu sebagai kawasan pendukung bandara," kata Agung.


Pertumbuhan UMKM

Kehadiran megaproyek bandara juga berdampak pada meningkatnya minat warga Kulonprogo untuk mendirikan usaha kecil mikro menengah (UMKM). Salah satunya sebuah kedai kopi milik warga setempat yang diberi nama "Warung Kangen Ndeso Kopi YIA". Kedai yang mulai beroperasi sejak awal 2019 ini hanya berjarak 100 meter dari pintu masuk bandara.

Pengelola Warung Kangen Ndeso Kopi YIA, Tini mengatakan meski baru buka di awal 2019, perkembangan warung yang jam operasionalnya mulai 08.00-23.00 WIB ini dianggap cukup baik. Dalam sehari rata-rata kunjungan mencapai 50 orang. Jumlahnya akan meningkat tatkala memasuki akhir pekan. Pengunjung banyak berasal dari bandara seperti para pekerja proyek, pegawai, hingga pengguna jasa pesawat.

"Dulu yang datang banyaknya dari pekerja-pekerja bandara. Sekarang, mulai ada dari penumpang. Sebelum ke Jogja, ke sini dulu," ujarnya.

Baca juga: Dua rute baru penerbangan kargo Garuda dukung ekspor KTI

Warung Kangen Ndeso Kopi YIA, menjual Kopi Menoreh, minuman berkafein yang dihasilkan dari biji kopi asli Kulon Progo. Untuk makanan pengunjung bisa menikmati aneka macam hidangan tradisional seperti sayur lodeh, tempe garit dan makanan lain. Makanan tersebut disajikan secara prasmanan.

UMKM lainnya, kopi lokal yang berproduksi Kopi Starprog. Kopi yang diproduksi oleh Ika Miati Sukrisno, warga Kecamatan Temon itu telah dijual di bandara sejak awal operasional YIA pada Mei 2019.

Sampai sekarang, produk kopinya masih dipasarkan di Galeri UMKM Yogyakarta, salah satu spot penjualan produk lokal yang berada di lantai dua gedung terminal keberangkatan YIA. "Cukup bagus perkembangannya, apalagi kini bandara sudah mulai rame," kata Ika.

Starprog hanyalah satu dari sejumlah produk lokal Kulonprogo yang mendapat kesempatan untuk dipasarkan di YIA. Selain produk ini, ada Cokelat Wondis, gula semut, cabe kemasan, batik, t-shirt Sugriwa Subali, souvenir gamelan, tenun samiya, dan produk fesyen geblek renteng.

Sebelumnya seluruh produk itu terlebih dahulu diseleksi oleh pemerintah Kabupaten Kulon Progo dan Pemda DIY untuk memastikan kualitas produk agar layak dipasarkan di bandara. Setelah dipastikan lolos, pemilik produk diharuskan menjaga kualitas. Jika tidak, maka akan diganti produk lokal lainnya.

Baca juga: Penerbangan domestik di Makassar meningkat 49,47 persen

Kepala Dinas Koperasi UMKM Kulon Progo Sri Harmintarti mengatakan sembilan produk yang saat ini masih dipasarkan di YIA akan dievaluasi ketika enam bulan setelah dipasarkan. Artinya jika produk masuk pada Mei, pada November bakal dilakukan evaluasi.

"Apabila masih layak dipasarkan di bandara, dari 9 itu tetap dipertahankan, apabila tidak bisa bersaing, terpaksa diganti dengan UMKM lain," kata Hermin.

Saat ini pihaknya sedang menyeleksi 79 produk UMKM Kulon Progo calon pengisi tenant bandara. Sebelumny produk dipilih oleh tim terpadu berisikan instansi terkait, antara lain Dinas Pertanian dan Pangan dan Dinas Perdagangan, dan Dinas UMKM sendiri. Seleksi dilakukan secara bertahap di tiap kelompok usaha.

Selain UMKM, sisi SDM dengan adanya bandara turut mendapat perhatian. Pada 2019,Angkasa Pura I menggelar pelatihan basic cargo dan dangerous goods pada 20 warga terdampak di lima desa yakni Desa Glagah, Sindutan, Jangkaran, Palihan, dan Kebonrejo. Setelahnya, warga diharap bisa meningkatkan pemahamannya dalam dunia kebandarudaraan agar bisa berperan dan bekerja di lingkungan YIA.

Pelaksana Tugas Sementara (PTS) General Manager Bandara YIA, Agus Pandu Purnama mengatakan dalam pelatihan tersebut pihaknya menggandeng PT Jasa Angkasa Service (JAS) untuk memberikan materi terkait basic cargo dan dangerous goods.

Dengan pelatihan tersebut warga terdampak bandara bisa memahami seluk beluk bisnis kebandarudaraan mulai dari terminal sampai kargo. "Sehingga ketika rekrutmen nanti mereka (peserta) punya daya saing yang tinggi. Kami juga utamakan warga sekitar dulu," ujar Pandu.


Dorong pariwisata

Keberadaan Bandara YIA menjadi mesin utama penggerak pertumbuhan pariwisata di Kulon Progo. Sejak proses pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta, banyak warga membuka objek wisata berbasis masyarakat dan potensi lokal. Di kawasan Bukit Menoreh sedikitnya ada 20 destinasi wisata baru yang tumbuh dan mampu menggerakkan ekonomi masyarakat.

Baca juga: Garuda siapkan kargo 35 ton untuk ekspor ke Jepang

Destinasi wisata yang berkembang di kawasan Bukit Menoreh di antaranya Kalibiru, Pulepayung, Gunung Gajah, Gunung Kuniran. Kemudian muncul banyak kedai kopi dan rumah makan yang sedang tren di kawasan utara, seperti Kopi Pari, hingga Kopi Ampiro. Selain itu, tumbuh desa wisata dan desa budaya yang diharapkan mampu menjadi pusat destinasi wisata berbasis budaya.

Bandara YIA menjadi pemantik masyarakat Kulon Progo untuk berinovasi dan berkreasi sesuai potensi lokal. Ke depan setelah pandemi hilang, diharapkan mampu menjadi penopang perekonomian masyarakat Kulon Progo.

"Semua mampu mendongkrak kunjungan wisatawan ke Kulon Progo, meski tidak menyumbang retribusi atau pendapatan asli daerah tapi mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Kulon Progo," kata Sekretaris Daerah Kulon Progo Astungkara.

Saat ini, jumlah penerbangan di Bandara YIA baru 15 penerbangan dengan jumlah penumpang berkisar 3.000 hingga 4.000 orang per hari. Sebelumnya, Bandara YIA diproyeksikan ada 120 penerbangan dengan jumlah penumpang 20 ribu orang per hari.

Bandara YIA ini diharapkan menjadi pintu masuk wisatawan dalam negeri dan luar negeri, sehingga mampu menggerakkan ekonomi masyarakat Kulon Progo dan DIY serta  mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Kulon Progo dan DIY.

Direktur Utama Angkasa Pura I Faik Fahmi mengatakan keuntungan pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta lainnya, yakni mendukung pengembangan pariwisata dan potensi daerah lain. Hal ini dikarenakan Bandara Internasional Yogyakarta terletak dengan posisi yang sangat strategis, yaitu berada di tengah pulau Jawa.

Terminal kargo juga dapat mendukung jalur logistik wilayah Jawa, khusus Jawa Tengah dan rencananya dibangun Kargo Village.

"Kehadiran Bandara Internasional Yogyakarta ini merupakan bentuk kontribusi kami untuk menghadirkan layanan bandara berkelas dunia dengan mengutamakan aspek kenyamanan, keamanan, dan keselamatan bagi seluruh pengguna jasa bandara dan solusi atas permasalahan "lack of capacity" yang terjadi di Bandara Adisutjipto,” katanya.

Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020