Peningkatan kapasitas dan kompetensi pasukan khusus dalam menjawab tantangan zaman juga harus menjadi sebuah upaya berkesinambungan, sehingga tidak berhenti pada satu titik pencapaian
Jakarta (ANTARA) -
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan agar pasukan elite TNI dari tiga matra tidak terlena dengan prestasi yang dimiliki karena tantangan ke depan semakin kompleks dan bersifat multidimensi.
 
"Peningkatan kapasitas dan kompetensi pasukan khusus dalam menjawab tantangan zaman juga harus menjadi sebuah upaya berkesinambungan, sehingga tidak berhenti pada satu titik pencapaian," kata Bamsoet dalam Webinar Pasukan Elite 3 Matra TNI dan Empat Pilar MPR RI dalam rangka memperingati Hari Kesaktian Pancasila dan HUT Ke-75 TNI, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Rabu.
 
Menurut dia, pasukan elite TNI menjadi sumberdaya dan aset unggulan TNI yang tidak hanya teruji dari kemampuan olah fisik dan olah pikir, tetapi juga karakter yang kuat sebagai patriot bangsa.
 
"Lebih membanggakan lagi, pasukan elite yang dimiliki TNI tidak hanya memiliki kemampuan tempur yang disegani dunia, melainkan juga mampu melaksanakan berbagai tugas berat lainnya. Mulai dari operasi pembebasan sandera dengan kompleksitas risiko yang tinggi, hingga evakuasi korban di medan lapangan yang sulit dan ekstrem," ujar Bamsoet.
 
Dewasa ini, lanjut dia, dinamika lingkungan strategis global diwarnai kompetisi dan perebutan pengaruh negara-negara besar, yang telah menempatkan Indonesia pada pusat kepentingan global.
 
"Besarnya jumlah penduduk dengan tingkat kemajemukan dan heterogenitas yang tinggi, ditambah posisi geografis yang strategis dan kondisi sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, menempatkan Indonesia sebagai center of gravity komunitas global. Menjadikan Indonesia dalam posisi rentan dan rapuh terhadap pengaruh dan infiltrasi asing," kata Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini.

Baca juga: Satgas Paskhas TNI AU bersihkan Masjid Agung Masamba

Baca juga: Pasukan Garuda selamatkan warga negara Amerika yang disandera di Kongo
 
Oleh karena itu, kata Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini, jika Indonesia tidak siap dan waspada, maka bangsa Indonesia bisa tergilas dalam kompetisi global yang tak mengenal batas dan waktu.
 
Berbaur-nya ancaman militer dan non-militer mendorong terciptanya dilema geopolitik dan geostrategi global yang sulit diprediksi dan diantisipasi.
 
Konsepsi mengenai keamanan nasional telah mengalami pergeseran paradigma, dimana ancaman terhadap keamanan nasional tidak lagi bersifat kasat mata dan konvensional. Tetapi, bersifat kompleks, multidimensional, serta berdimensi ideologis.
 
"Ancaman yang bersifat ideologis tersebut hadir dalam beragam fenomena. Antara lain berkembangnya sikap intoleransi dalam kehidupan masyarakat, tumbuhnya radikalisme dan terorisme, munculnya sikap disintegrasi hingga separatisme, serta beragam bentuk ancaman lainnya yang menggerus sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Melalui derasnya arus globalisasi yang menembus batas-batas teritorial, ancaman ideologis tersebut semakin terasa nyata," tutur mantan Ketua DPR RI ini menegaskan.
 
Menurut dia, kekhawatiran itu bukan mengada-ada mengingat survei CSIS mencatat ada sekitar 10 persen generasi milenial yang setuju mengganti Pancasila dengan ideologi yang lain.
 
Selanjutnya dalam survei yang dilakukan pada akhir Mei 2020 oleh Komunitas Pancasila Muda, dengan responden kaum muda dari 34 provinsi, tercatat hanya 61 persen responden yang merasa yakin dan setuju bahwa nilai-nilai Pancasila sangat penting dan relevan dengan kehidupan mereka. Sementara 19,5 persen bersikap netral, dan 19,5 persen lainnya menganggap Pancasila hanya sekadar nama yang tidak dipahami maknanya.
 
"Sebelumnya, survei LSI Tahun 2018 juga mencatat bahwa dalam kurun waktu 13 tahun masyarakat yang pro-terhadap Pancasila telah mengalami penurunan sekitar 10 persen, dari 85,2 persen pada tahun 2005 menjadi 75,3 persen pada tahun 2018," ujar Wakil Ketua Umum SOKSI ini.
 
Bamsoet menambahkan, hadirnya berbagai ancaman terhadap ideologi bangsa tidak dapat direspon dengan cara konvensional. Semisal, memperkuat kekuatan militer dan persenjataan, atau membangun benteng-benteng pertahanan fisik untuk memagari wilayah Nusantara. Di sinilah pentingnya membangun benteng ideologi.
 
"Setiap warga negara yang tinggal di setiap wilayah Nusantara harus menjadi bagian NKRI. Pemerataan dan distribusi kesejahteraan harus menjadi prioritas pembangunan berkelanjutan. Paradigma dalam memandang wilayah perbatasan harus diubah, bukan lagi sebagai wilayah 'terluar', tetapi wilayah 'terdepan. Semangat nasionalisme tidak hanya dibangun melalui slogan, melainkan di implementasikan dalam tindakan nyata," kata Bamsoet.
 
Dalam kesempatan itu, Bamsoet menuturkan TNI yang menginjak usia ke 75 tahun telah mencatatkan berbagai prestasi dan tumbuh menjadi institusi yang sangat dipercaya rakyat.

Baca juga: Hadang tank Israel di Lebanon, TNI: Sudah sesuai SOP

Baca juga: Gabungan pasukan elit TNI AL berpartisipasi di "Garuda Di Lautku"
 
Berdasarkan survei Indo Barometer pada Februari 2020, Cyrus Network pada Maret 2020, dan Charta Politika pada Juli 2020, TNI selalu menempati posisi teratas sebagai institusi/lembaga yang paling solid dan paling dipercaya rakyat.
 
"Terbaru, berdasarkan survei Indikator pada 18 Oktober 2020, TNI kembali mendapatkan kepercayaan publik sebagai lembaga/institusi yang paling dipercaya publik dengan capaian angka sebesar 89,9 persen. Berbagai hasil survei tersebut membuktikan dua hal. Pertama, bahwa TNI mempunyai tempat istimewa di hati rakyat. Kedua, TNI konsisten menjaga performa dan kinerja-nya sehingga tetap mendapatkan kepercayaan rakyat," ujarnya.
 
Hadir dalam Webinar itu, antara lain Rektor Universitas Pertahanan Laksamana Madya TNI Dr. Amarulla Octavian, Komandan Jenderal Kopassus Mayor Jenderal TNI M. Hasan, Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal TNI Suhartono, dan Komandan Korps Pasukan Khas Marsekal Muda TNI Eris Widodo Y serta Ketua Ikatan Alumni Universitas Pertahanan Brigjen TNI Agus Winarna.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020