Pemerintah berupaya untuk menjaga daya beli masyarakat khususnya bagi mereka yang terdampak yaitu menengah ke bawah
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfriman menyatakan belanja pemerintah, yang meningkat tinggi, menjadi motor penggerak ekonomi di tengah krisis pandemi COVID-19.

"Motor penggerak perekonomian saat ini adalah dari belanja pemerintah," katanya dalam virtual launching Green Sukuk Ritel Seri ST007 di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Sri Mulyani: Krisis COVID-19 jadi kesempatan perkuat fondasi negara

Luky mengatakan hal itu terjadi karena sektor penggerak ekonomi lainnya mengalami pukulan sangat berat dari dampak pandemi seperti konsumsi rumah tangga, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi, ekspor, dan impor.

Ia menjelaskan konsumsi pemerintah melambung tinggi karena direalisasikan melalui berbagai bantuan dan insentif yang diberikan kepada masyarakat terdampak pandemi.

"Pemerintah berupaya untuk menjaga daya beli masyarakat khususnya bagi mereka yang terdampak yaitu menengah ke bawah," ujarnya.

Ia menyebutkan dorongan pemerintah diberikan dalam beberapa program seperti jaminan perlindungan sosial, dukungan dunia usaha termasuk UMKM baik berupa bantuan sosial, insentif perpajakan, keringanan subsidi bunga, serta fasilitas penjaminan.

Di sisi lain, Luky menuturkan berbagai bantuan dan insentif tersebut memberikan pengaruh kepada APBN yakni terjadinya defisit cukup dalam sehingga memerlukan pembiayaan dalam rangka menutupnya.

"Bagaimana pemerintah untuk menutup pembiayaan tersebut? Salah satu caranya dengan menerbitkan surat berharga negara (SBN) atau disebut obligasi negara," katanya.

Oleh sebab itu, ia mengimbau masyarakat yang masih memiliki kelebihan dana dan ingin berinvestasi dapat berkontribusi dalam mengelola risiko defisit dengan membeli instrumen yang diterbitkan pemerintah.

Ia mengatakan pemerintah melakukan diversifikasi dalam rangka mengelola risiko tersebut melalui penerbitan SBN berbentuk valas, rupiah, konvensional, hingga sukuk atau berbasis syariah.

"Itu bagian dari diversifikasi upaya pengelolaan portofolio dari pemerintah," tegasnya.

Sebelumnya pada Selasa (27/10/2020), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan belanja pemerintah pada kuartal III mampu meningkat sebesar 15,5 persen (yoy) sehingga berkontribusi terhadap pertumbuhan hingga 18 persen.

Baca juga: Kemenkeu berupaya capai lima program prioritas reformasi struktural
Baca juga: Kemenkeu: Pandemi bentuk "baseline" baru dalam kebijakan makro fiskal

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020