Penerapan SNI wajib ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk pakaian bayi yang beredar di Indonesia, selain juga untuk melindungi keamanan, kesehatan, dan keselamatan anak Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu daya saing Industri Kecil Menengah (IKM) yang memproduksi pakaian bayi, salah satu langkah strategisnya adalah pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk produk pakaian bayi.

“Penerapan SNI wajib ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk pakaian bayi yang beredar di Indonesia, selain juga untuk melindungi keamanan, kesehatan, dan keselamatan anak Indonesia,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Rabu.

Gati menjelaskan regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan SNI Persyaratan Zat Warna Azo, Kadar Formaldehida dan Kadar Logam Terekstraksi pada Kain untuk Pakaian Bayi secara Wajib. Standardisasi juga berperan sebagai acuan dalam pemantapan struktur industri sesuai dengan kebutuhan pasar.

Baca juga: Kemenperin genjot pengembangan IKM fesyen dan kriya lewat IFCA 2020

“Selain itu pemberlakuan standardisasi dilakukan sebagai perlindungan konsumen khususnya dari serbuan produk impor berkualitas rendah dan membahayakan kesehatan, keamanan, keselamatan, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup,” ungkapnya.

Sejak tahun 2015 Ditjen IKMA telah memfasilitasi pendampingan dan sertifikasi SNI pakaian bayi kepada 148 pelaku IKM.

“Dalam masa pandemi COVID-19 saat ini kami juga memberikan kemudahan bagi pelaku IKM pakaian bayi,” ujar Gati.

Kemudahan itu misalnya tentang kelonggaran perpanjangan sementara masa pengurusan sertifikasi SNI pakaian bayi secara wajib. Hal ini sebagai upaya membangkitkan semangat usaha dari pelaku industri di dalam negeri akibat pandemi.

Baca juga: Kemenperin gencar tumbuhkan wirausaha baru IKM di tengah pandemi

“Jadi, masa berlaku SPPT SNI pakaian bayi yang tadinya selama enam bulan, diperpanjang menjadi 12 bulan terhitung dari sejak tanggal berakhirnya SPPT SNI pakaian bayi yang dimiliki terakhir,” jelas Gati.

Berikutnya Kemenperin aktif melalukan berbagai kegiatan untuk mendukung produktivitas para pelaku IKM di Tanah Air selama masa pandemi COVID-19. Program itu antara lain lokakarya daring tentang kiat bertahan di masa pandemi, cara pemasaran daring, serta gerakan kampanye penggunaan produk lokal.

Di samping itu pihaknya terus mendorong pelaku IKM di Tanah Air untuk segera memanfaatkan teknologi digital dalam pemasarannya. Upaya ini sebagai salah satu solusi guna menghadapi adaptasi kebiasaan baru.

Baca juga: Kemenperin: Penghargaan Upakarti 2020 masuki tahap penjurian

“Terkait dengan penerapan teknologi digital bagi IKM sebagai langkah penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0. Sejak tahun 2017 kami telah melaksanakan program e-Smart IKM. Dalam program ini, IKM dipacu untuk bisa memanfaatkan teknologi digital dalam pemasaran produk mereka, utamanya melalui e-commerce,” papar Gati.

Antusiasme IKM untuk mengikuti program e-Smart IKM 2020 yang disinergikan dalam program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) yang dicanangkan Presiden cukup besar, yaitu sebanyak 3.956 IKM sejak dibuka pendaftaran dari tanggal 5 Juni sampai 1 September 2020.

Sebanyak 2.014 pelaku IKM dari total 3.956 pendaftar tersebut telah dikurasi untuk ditindaklanjuti pembinaannya. Sebanyak 13 persen dari jumlah tersebut adalah IKM dengan produk komoditas logam, permesinan, elektronika, dan alat angkut.

Baca juga: Kerek produktivitas, IKM disebut perlu manfaatkan teknologi digital

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020